Retribusi Perikanan Dihapus

VIVAnews - Retribusi perikanan resmi dihapus per Januari 2010. Kementrian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan surat edaran untuk penghapusan retribusi perikanan. Kementerian akan memberikan sanksi berupa penundaan pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi daerah tidak menjalankan aturan ini.

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhamad mengatakan, langkah mengeluarkan surat edaran ini dilakukan untuk membantu industri perikanan, karena selama ini banyak mengalami kendala, hingga sulit berkembang.

"Biaya retribusi itu sekitar 20-30 persen dari biaya produksi industri perikanan jadi cukup besar," kata Fadel di kantor Ridwa Rais, Jakarta, Kamis, 7 Januari 2010.

Awalnya, penghapusan retribusi menuai banyak penolakan dari berbagai daerah karena akan mengurangi pendapatan asli daerah (PAD).

Namun, menurut dia, alasan itu tidak beralasan karena berdasarkan perhitungan pendapatan asli daerah, retribusi daerah hanya menyumbang  sekitar 10-15 persen.

"Retribusi daerah setelah kami hitung rata-rata setiap daerah mendapat sekitar Rp 40 juta - Rp 50 juta per tahun. Kalau dibandingkan dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang kita berikan sebesar Rp 2,3 miliar, perolehan retribusi itu sangat kecil," kata dia.

Sebaliknya, setiap daerah yang menghapus retribusi perikanan akan mendapat kompensasi berupa penambahan dana alokasi khusus (DAK) senilai dengan retribusi nelayan yang dihapus. Pada 2010, DAK untuk kabupaten/kota yang mengembangkan sektor perikanan ditetapkan Rp 1,8 triliun.

Fadel sedang mengusulkan kepada Departemen Keuangan mengenai tambahan alokasi DAK akibat penghapusan retribusi nelayan. "Menteri Keuangan (Sri Mulyani) bilang silakan saja menggunakan, itu kan dana kalian (Kemenenterian) tapi untuk penambahan belum ada tanggapan," ujar Fadel menirukan ucapan Menkeu.

Hingga saat ini ada sekitar 7 propinsi dan 28 kabupaten yang masih menolak melakukan Surat edaran tersebut dengan alasan membutuhkan waktu mengubah peraturan daerah yang sudah ada.

Menurut dia, alasan ini sangat tidak kuat karena untuk mengubah perda tidak membutuhkan waktu yang cukup lama. "Mereka tinggal mendatangi DPRD masing-masing, terus tarif retirbusi perdanya diubah menjadi nol persen. Itu mudah," katanya.

hadi.suprapto@vivanews.com

Biasanya Kalem, Ternyata Beby Tsabina Bisa Juga Jadi Anak Motor
Prof Raymond Tjandrawinata.

Prof Raymond Tjandrawinata Raih Top 3 Peneliti Bidang Farmasi di Indonesia

Guru besar dan peneliti di Fakultas Bioteknologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya tersebut, telah menjelajahi dunia sains hingga negeri Paman Sam.

img_title
VIVA.co.id
23 April 2024