Pengamat Properti:

"Izinkan Rakyat Jual Lahan Reformasi Agraria"

Sengketa Lahan
Sumber :
  • ANTARA/Sahrul Manda Tikupadang

VIVAnews - Badan Pertanahan Nasional (BPN) menetapkan tanah obyek Reformasi Agraria (landreform) sekitar 142.159 hektare (Ha) siap diredistribusikan tahun ini ke 389 desa dari 21 provinsi.

Sebagian dari tanah obyek landreform tersebut diserahkan secara simbolis kepada 5.141 Kepala Keluarga di empat desa di Kabupaten Cilacap oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Bogor, Jawa Barat, hari ini, 21 Oktober 2010.

Menurut Panangian Simanungkalit, pengamat properti, reformasi agraria yang dilakukan secara bertahap hingga 2014 dengan cara membagi-bagikan lahan kepada rakyat miskin dan petani merupakan program pemerintahan yang tepat. Itu memberikan akses kepada rakyat mengenai tanah sebagai sumber ekonomi, serta untuk mengatasi sengketa pertanahan yang terjadi selama ini.

"Jadi, BPN sebagai badan yang mengerti apakah lahan itu bermasalah atau terlibat sengketa atau tidak, tugas BPN meluruskan status tanah tersebut. Agar rakyat miskin maupun petani yang berhak mendapatkan tidak mendapatkan masalah di kemudian hari," ujarnya kepada VIVAnews di Jakarta, Kamis 21 Oktober 2010.

Panangian menambahkan, semestinya pemerintah melalui BPN menyiapkan sertifikat atau surat legal bagi si petani atau rakyat agar ketika menggarap tidak menemui masalah dan tidak dimanfaatkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan.

Seperti diketahui, tanah yang akan dibagikan itu berasal dari lahan kritis, hutan produksi konversi, tanah telantar, tanah milik negara yang hak guna usahanya habis, atau tanah bekas swapraja.

Selain itu, Panangian melanjutkan, karena tujuan reformasi agraria dimaksudkan untuk memberikan akses kepada rakyat mengenai tanah sebagai sumber ekonomi, selayaknya mereka diberi kebebasan dalam menggarap dan mengelolanya. Bahkan, bila tanah garapannya tidak memberikan hasil, bebaskan petani itu menjualnya.

"Jangan larang mereka, karena itu sudah menjadi haknya. Tapi tentunya, jangan baru setahun dua tahu dijual, ya minimal sudah digarap 10-20 tahun. Buat perjanjian lah," tuturnya.

Untuk itu, kata Panangian, lahan maupun tanah tersebut harus diberi sertifikat agar bisa dijual dan tidak menimbulkan sengketa lahan lagi. "Lagi, pengembang mana yang berani beli tanah yang tidak jelas," ujarnya. (hs)

Pembakar Al-Quran Salwan Momika 'Diusir' dari Swedia, Kini Pindah ke Norwegia
Duel Vietnam vs Timnas Indonesia

Menakar Peluang Timnas Indonesia Lolos ke Piala Dunia 2026, Ada Berapa Tahap Lagi?

Harapan pecinta sepakbola melihat Timnas Indonesia berlaga di Piala Dunia kembali muncul. Masih ada berapa tahap lagi untuk bisa lolos ke Piala Dunia 2026?

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024