Bertahan dengan Anyam Caping

Perajin anyaman caping
Sumber :
  • ANTARA/Jessica Wuysang

VIVAnews – Pagi hari di bumi Khatulistiwa cuaca sangat cerah. Sejumlah warga beraktivitas di pinggiran sungai Kapuas. Anyaman Caping. Itu lah yang dilakukan aktivitas sehari–hari Warga di Kecamatan Pontianak Tenggara Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Sejumlah warga melestarikan budaya kearifan lokal berupa anyaman Caping berbahan rotan, daun bengkoang, tali rapia, benang nilon, dan daun pandan.  

Caping biasa digunakan warga setempat untuk memancing di sungai Kapuas dan ke sawah, tentunya berguna untuk menutupi teriknya panas.

Hasil anyaman tersebut  dijual ke Pasar di Pontianak dan bahkan ke luar Kalbar. Jenis anyaman Caping ini sudah mulai langka dilakukan warga setempat. Selain susahnya mendapatkan bahan–bahan tersebut, ini diakibatkan perluasan konsensi perkebunan hutan tanaman industri dan kelapa sawit perusahaan di Kalimantan Barat.

Jamilah, 56, merupakan warga Pontianak tinggal di pinggir sungai Kapuas yang melestarikan anyaman caping itu. Ketika ditemui VIVAnews.com di rumahnya, dia menceritakan soal anyaman Caping yang ia tekuni selama 15 tahun silam, yang diwarisi dari ibunya. Anyaman Caping ini hanya biasa dijual Rp5 ribu per caping. Padahal, dalam sehari Jamilah hanya bisa membuat lima-enam biji. Pendapatannya tak lebih dari Rp30 ribu per hari, karena belum termasuk ongkos tenaga dan biaya bahan baku.

"Saya awalnya hanya liat-liat saja ketika ibu saya membuat anyaman Caping. Lama-lama saya pun bisa membuat," kata Jamilah, di rumahnya, di pinggiran sungai kapuas Pontianak.

Sebelum menekuni anyaman caping, Jamilah pernah bekerja sebagai karyawan perkayuan dan akhinya dirumahkan. Karena keuletanya, itu dia bisa menghidupi enam orang anak dari hasil anyaman caping tersebut. Suami Jamilah telah menninggal dunia sewaktu anak-anaknya masih kecil. Otomatis kepala keluarga harus dia pikul.
 
“Saya memang suka menekuni anyaman caping ini. Ya tujuanya agar bisa menyambung hidup sehari-hari. Walaupun saya seorang janda, tapi saya harus mampu, “kata dia.

Jamilah bukanlah orang kaya. Dia menetap di rumah berukuran 4x5 meter berlantaikan papan yang sudah bolong-bolong. Atap rumahnya terbuat dari daun rumbia.  Kamar pun hanya satu menyatu dengan ruang tamu. Terlihat jelas atap rumahnya sudah bocor. Di kala musim hujan, air masuk membasahi rumah itu.
 
“Beginilah hidup saya sehari–hari. Yang terpenting bagi saya bisa menapkahi keluarga. Saya menerima kenyatan hidup ini. Ya jujur terkadang pahit juga. Tapi mau diapakan lagi?" kata dia.
 
Ketika ditanya apa ada bantuan dari pemerintah setempat, dia hanya geleng kepala. "Tidak ada bantuan dari dulu hingga sekarang pun, saya pun tak tau ada pinjaman dari Bank atau apalah sejenisnya. Karena selama ini tidak ada yang ngasih tau," kata Jamilah.

Jamilah berharap, supaya pemerintah setempat lebih memprihatikan nasib orang kecil. Menurut dia, jangan hanya mendahulukan hal–hal yang dianggap tidak penting.

PB IKASI Kirim Arval Raziel dan Ricky Dhisulimah Ikut Kualifikasi Olimpiade

(Laporan Aceng Mukaram, Kota Pontianak)

Trent Alexander-Arnold saat Arsenal vs Liverpool

Trent Alexander-Arnold Siap Bangkitkan Juara Liverpool

Alexander-Arnold telah diberi peran bebas ketika Liverpool menguasai bola dan dia menjelaskan bagaimana Klopp menyuruhnya untuk bermain seperti gelandang.

img_title
VIVA.co.id
23 April 2024