Seperti Apa Green Building Sesungguhnya?

Ilustrasi pembangunan gedung bertingkat.
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVAnews - Bangunan hijau alias green building yang ramah lingkungan kini sedang menjadi tren. Namun sayang, banyak orang salah mengartikan konsep gedung yang bisa mengurangi gas rumah kaca.

Arsitek Rancang Urban dari PT Urbane, Ridwan Kamil, mengatakan bahwa green building itu tidak sesederhana yang dipikirkan masyarakat. Menurut dia, ada beberapa aspek utama dalam green building. "Terkadang orang asal bicara, khususnya marketing. Seolah bila sudah menanam pohon atau menaruh taman di atas podium itu sudah green, padahal tidak," kata Ridwan dalam perbincangan dengan VIVAnews, di Jakarta, Rabu.

Beberapa aspek utama green building antara lain, pertama, material. Material yang digunakan untuk membangun harus diperoleh dari alam, dan merupakan sumber energi terbarukan yang dikelola secara berkelanjutan. Daya tahan material bangunan yang layak sebaiknya teruji, namun tetap mengandung unsur bahan daur ulang, mengurangi produksi sampah, dan dapat digunakan kembali atau didaur ulang.

Kedua, energi. Penerapan panel surya diyakini dapat mengurangi biaya listrik bangunan. Selain itu, bangunan juga selayaknya dilengkapi jendela untuk menghemat penggunaan energi, terutama lampu dan AC. Untuk siang hari, jendela sebaiknya dibuka agar mengurangi pemakaian listrik. Jendela tentunya juga dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas penghuninya. Green building juga harus menggunakan lampu hemat energi, peralatan listrik hemat energi, serta teknologi energi terbarukan, seperti turbin angin dan panel surya.

Ketiga, air. Penggunaan air dapat dihemat dengan menginstal sistem tangkapan air hujan. Cara ini akan mendaur ulang air yang dapat digunakan untuk menyiram tanaman atau menyiram toilet. Gunakan pula peralatan hemat air, seperti pancuran air beraliran rendah, tidak menggunakan bathtub di kamar mandi, menggunakan toilet hemat air, dan memasang sistem pemanas air tanpa listrik.

Keempat, kesehatan. Penggunaan bahan-bahan bagunan dan furnitur harus tidak beracun, bebas emisi, rendah atau non-VOC (senyawa organik yang mudah menguap), dan tahan air untuk mencegah datangnya kuman dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga dapat ditingkatkan melalui sistim ventilasi dan alat-alat pengatur kelembaban udara.

Karena itu, Ridwan mengatakan, biaya pembangunan green building jauh lebih besar dibandingkan dengan konstruksi normal. "Bisa sampai 15 persen lebih mahal dari konstruksi gedung biasa." Ini tak lain karena sebagian materian bangunan masih harus diimpor. "Ada teknologi yang tidak bisa diperoleh di Indonesia, seperti lampu sensor dan toilet hemat air," katanya.

Ke depan, pembangunan green building bisa murah bila didukung oleh regulasi, seperti pajak yang rendah bagi bahan-bahan tertentu, atau yang lain. Singapura, misalnya, dengan dukungan pemerintah, biaya konstruksi green building hanya 5 persen lebih mahal dibandingkan normal.

Bungkam Bayern Munich, Real Madrid Tantang Borussia Dortmund di Final Liga Champions
Ilustrasi hamil/ibu hamil.

Terpopuler: Mitos Fakta Lahir C-Section Seperti Ria Ricis, Trik Hindari Heatstroke saat Ibadah Haji

Berita mengenai mitos dan fakta seputar lahir C-Section yang dilakukan Ria Ricis karena kurang nafkah batin diserbu pembaca, hingga mengantarkannya di deretan terpopuler.

img_title
VIVA.co.id
9 Mei 2024