- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews - Keterlibatan sejumlah perusahaan jasa kontruksi dalam kasus korupsi pengadaan proyek baik Kementerian maupun lembaga pemerintah menimbulkan polemik. Karenanya pengusaha jasa konstruksi berharap pemerintah dapat memberikan kepastian hukum
"Kontraktor selalu di posisi yang tidak diuntungkan, terutama dalam persoalan anggaran pengadaan proyek," kata Ketua Umum Himpunan Kontraktor Muda Indonesia, Ikbal Basir Khan, di Jakarta, Rabu, 18 Juli 2012.
Ikbal menjelaskan dalam pengerjaan suatu proyek, biasanya para kontraktor menerima pengumuman lelang pekerjaan melalui media massa. Kemudian melakukan penawaran harga untuk ditenderkan bersaing dengan kontraktor lainnya.
"Anehnya ketika dikemudian hari ternyata proyek yang dimaksud pada pengusulan anggaran ditemukan indikasi kolusi antara eksekutif dan legislatif yang bertentangan dengan hukum, kontraktor selalu ikut dijadikan tersangka," ujarnya.
Sejumlah kasus menurutnya memang tidak bisa digeneralisir. Yang jelas untuk bisa sampai pada tahap memenangkan dan mengerjakan proyek, pengusaha jasa kontruksi harus melalui tahapan regulasi dan prosedur tender.
Ia pun menyayangkan keterlibatan rekan sesama pengusaha di jasa konstruksi yang terlibat kasus korupsi. Padahal setiap tahap akhir pekerjaan, kontraktor menyerahkan hasil pekerjaan 100 % sesuai RAB dan Kontrak. Kemudian pemilik proyek melakukan pemeriksaan sesuai laporan sehingga terbitlah surat serah terima pekerjaan. Yang artinya kewajiban kontraktor telah selesai.
"Tapi semua proses tidak berlaku aparat hukum. Mereka masuk memeriksa kontraktor dengan cara mereka, meski tidak diawali dengan adanya temuan atau rekomendasi dari Inspektorat dan BPKP sebelumnya," kata Ikbal.
Karena itu, ia berharap pemerintah dapat melakukan revisi Perpres Nomor 54 Tahun 2010 atau menerbitkan aturan jasa konstruksi lainya yang memberikan kepastian hukum kepada perusahaan jasa kontruksi agar dapat bekerja secara profesional dan nyaman.