- VIVAnews/Nina Rahayu
VIVAnews - Modernisasi tidak hanya mempengaruhi rutinitas manusia, namun juga budaya. Kain batik, yang dulu kental dengan pakem-pakem motif, kini muncul dengan gaya bebas.
Batik kontemporer bermunculan di mana-mana. Para perajin berusaha membuat batik yang bisa diterima masyarakat luas dengan cara menciptakan motif-motif baru.
Adalah Khaleili Nungki, gadis 23 tahun yang gemar membuat konsep batik Jogja kontemporer. Cara membatik ini dia pelajari dari sang ayah yang juga perajin batik kayu.
"Dari kecil saya sudah membantu ayah membatik," kata Nungki kepada VIVAnews, Minggu 6 Januari 2012.
Mempelajari batik tentu bukan hal mudah. Awal membangun usaha, Nungki mengaku banyak dikritik hasil karya lebih cocok untuk ukiran, bukan untuk baju. Tapi dengan semangatĀ yang gigih ia terusĀ memperkenal batik buatannya. Dan kini hasil karyanya pun mulai dikenal masyarakat, khususnya anak muda.
"Saya ingin anak muda itu bisa pakai batik asli," ujarnya
Sejak karya batiknya dikenal masyarakat luas, Nungki pun mulai fokus di pemasaran dan penjualan. Awalnya ia memanfaatkan media online untuk memajang produknya. Setelah itu ia mulai percaya diri menawarkan ke beberapa toko dan konsumen langanannya.
Makan Waktu
Meskipun melewati proses yang cukup sulit, dia tetap optimistis dengan memberikan sentuhan berbeda di karya batiknya, mulai dari motif, gradasi warna, hingga model.
Nungki menuturkan, dari proses pembuatan sendiri, memang terbilang lama, paling tidak memakan waktu hingga satu minggu untuk menghasil warna dan motif yang berkualitas. "Awalnya, mulai dari kain putih, dibatik, diwarnai, lalu dilorot untuk menghilangkan malamnya," kata perempuan ini, yang berdomisili di Kota Gede, Yogyakarta.
Atas kerja kerasnya, Nungki saat ini bisa menghasilkan uang Rp50 juta dalam sebulan. "Bahkan kalau ada pameran bisa sampai Rp100 juta," katanya. (ren)