Menanti Nasib Proyek Pesawat N-219 PTDI

Budi Santoso Dirut PT Dirgantara Indonesia
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews -
1 Poin dari Markas Persib Cukup Membuat Bhayangkara FC Bersyukur
Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Budi Santoso, menyatakan, kelanjutan proyek pesawat N-219 masih menunggu lampu hijau pendanaan dari konsorsium kementerian dan lembaga terkait. Kementerian dan lembaga itu adalah Lapan, BPPT, Kementerian Perindustrian, Kementerian Riset dan Teknologi serta Kementerian Perhubungan.

BUMI Resources Cetak Laba Bersih US$117,4 Juta di Tahun 2023

Budi menjelaskan, untuk membuat N-219 dari nol hingga prototipe membutuhkan dana hingga Rp600 miliar. PTDI telah mengucurkan dana hingga Rp100 miliar untuk membuat desain N-219 dan mempersiapkan subkontraktor.
Arus Mobil saat Mudik 2024 Meningkat, Astra Infra Siapkan Hal Ini


"Saat ini, kami sedang menunggu kepastian pendanaan dari konsorsium kementerian," kata Budi Santoso saat ditemui
VIVAnews
di kantornya, Bandung, pekan lalu. Baca juga wawancara khusus dengan dirut PTDI:


Rencananya, sisa anggaran tersebut akan disokong oleh konsorsium kementerian. Ia menjelaskan, PTDI juga telah menganggarkan Rp100 miliar untuk pengembangan proyek ini. Namun, perseroan harus berhati-hati, mengingat anggaran PTDI terbatas.


"Jika dana ini sudah kami kucurkan dan konsorsium kementerian tidak mendukung, proyek ini dapat gagal lagi seperti N-250," katanya.


Ia menjelaskan, program ini sangat potensial menggantikan DHC-6 Twin Otter yang telah beroperasi puluhan tahun di ujung timur Indonesia. Pesawat N-219 adalah pesawat turboprop bermesin dua dengan kapasitas penumpang 19 orang. N-219 sangat cocok beroperasi di daerah-daerah terpencil dan pegunungan Indonesia.


Selain menggantikan Twin Otter, ia berharap N-219 dapat dijadikan wadah bagi ahli pesawat Indonesia sebagai tempat pendidikan. N-219 merupakan pesawat dengan teknologi sederhana, murah, dan memiliki pangsa pasar tinggi.


"N-219 dapat digunakan
engineer
untuk mengetahui cara membuat pesawat terbang dari satu siklus, dari nol hingga terbang. Setelah itu, kami kembangkan ke produk-produk lain seperti CN-235," katanya.


Ia juga meminta Kementerian Perhubungan mendukung proyek ini dan menjadikan N-219 bisa tersertifikasi dan diakui oleh regulator dunia, yaitu EASA dan FAA. "Kalau Kementerian Perhubungan bisa
approve
dengan EASA, itu salah satu kelebihan Indonesia dibandingkan negara-negara lain," katanya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya