Apindo Nilai Pemerintah Lamban Putuskan Kenaikan BBM

Sofjan Wanandi, Ketua Umum APINDO
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro
VIVAnews - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pemerintah terkesan lambat dalam memutuskan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Pentingnya Kesehatan di Masa Golden Age Anak, Bakal Tentukan Kondisi Masa Depan

Ketua Apindo, Sofyan Wanandi, usai acara 'Dialog Interaktif Peningkatan Daya Saing RI melalui Kepatuhan Hak Kekayaan Intelektual dan Pemberlakuan Unfair Competition Act di Amerika Serikat' di Jakarta, Selasa 23 April 2013, menegaskan bahwa hal itu merugikan pengusaha.
Cerita Perjuangan TikTokers Sasya Livisya, Sering Dapat Hate Comment karena Penampilannya

Ia menjelaskan, lambannya tindakan pemerintah itu berpengaruh pada bisnis, yaitu pada penjualan barang. Sebab, ada banyak yang ditahan oleh pihak-pihak tertentu.
Terpopuler: Alasan Heerenveen Lepas Nathan Tjoe-A-On, Calon Kiper Timnas Indonesia Sabet Scudetto

"Karena ketidakpastian itu, pengusaha rugi. Banyak barang yang ditahan dan ada solar yang langka," kata dia.

Seperti diketahui, pemerintah berencana menaikkan harga Premium untuk mobil pelat hitam menjadi Rp6.500,00 per liter. Kenaikan ini untuk menghemat anggaran subsidi BBM sebesar Rp20 triliun.

Menanggapi hal ini, Sofjan mengatakan itu sebetulnya tidak terlalu berpengaruh, terutama pada pembangunan infrastruktur. "Kalau hanya menghemat Rp20 triliun, ya, untuk apa. Toh, itu tidak terlalu berpengaruh," kata dia.

Menurutnya, pemerintah seharusnya menghemat sebesar Rp100 triliun apabila hendak mengalokasikan dana subsidi BBM ke sektor infrastruktur. Tidak hanya itu, dirinya juga menilai keputusan ini tidak terlalu efektif.

"Mobil pelat hitam membutuhkan bensin sekitar 20-30 liter per hari, sedangkan mobil pelat kuning menghabiskan ratusan liter per hari. Ini yang tidak efektif," kata dia.

Lagipula, pemerintah juga harus mengeluarkan anggaran tambahan untuk biaya pengawasan. Hal ini terkait, dengan rencana pemerintah untuk membedakan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Premium bersubsidi dan SPBU premium nonsubsidi.

"Ini yang tidak efektif. Naik Rp500 atau Rp1.000 tidak apa-apa, tidak perlu menggunakan pengawasan. Yang penting, sekarang adalah putuskan kenaikan BBM saat ini," kata dia menegaskan. (eh)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya