Pemanfaatan Cukai Tembakau Dinilai Tak Adil

Aksi Komunitas Kretek
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
Respons Polisi soal Pengakuan Mengejutkan Sopir Truk Pemicu Kecelakaan Beruntun di GT Halim
- Lembaga nonprofit Indonesia Berdikari menilai peraturan pembagian dana hasil cukai tembakau tak memberikan keadilan bagi petani. Aturan yang ada pun lebih diarahkan untuk mematikan industri hasil tembakau.

Cak Imin Dikabarkan Maju Pilgub Jatim, PKB Ingin Fokus di MK Dulu: Tidak Lama Hanya 14 Hari

"Ini adalah hasil penelitian tentang karut marut hukum dan implementasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil tembakau di Indonesia," kata peneliti dari Indonesia Berdikari Gugun El Guyani.
Mudik Pakai Mobil Listrik, Perhatikan Suhu Cuaca dan Ban


Dalam penelitiannya, ketidakadilan itu sudah berawal dari UU 39/2007 tentang Perubahan atas UU 11/1995 tentang Cukai, dan semakin nyata dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK No.84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi DBHCHT.


Gugun mengatakan, dalam UU itu dana cukai yang dikembalikan ke daerah hanya 2 persen. Sisanya diambil pemerintah pusat. Sementara nilai cukai tahun lalu saja sebesar Rp84 triliun, jumlah yang sangat besar.


“Tidak ada penjelasan hukum dalam UU itu mengapa dana yang dikembalikan hanya 2 persen," kata Gugun.


Sementara itu distribusi dan pemanfaatan dana hasil cukai itu di daerah-daerah sangat timpang bagi kepentingan petani tembakau. Penelitian dilakukan di lima propinsi penerima cukai terbesar yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. Hampir semua daerah, lebih dari 60-70 persen dana cukai dipakai untuk program lingkungan sosial yang berorientasi kesehatan.


“Kalaupun program-program kesehatan itu yang berkaitan dengan rokok, masih masuk akal. Tapi di sejumlah daerah, dana itu dipakai untuk Program KB atau Program HIV/AIDS yang tidak ada hubungannya dengan tembakau,” katanya. Sementara yang diterima oleh petani hampir tidak ada.


Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia APTI Jawa Tengah Nurtantio Wisnubrata mengatakan, pada 2004 petani tembakau pernah meminta agar ada dana DBHCHT itu kembali ke petani. Namun begitu keluar Peraturan Menteri Keuangan 84/2008 itu, harapan petani buyar.


Kalaupun ada peruntukan dana cukai untuk pengembangan kualitas bahan baku, nyatanya program yang diadakan oleh Dinas-dinas Perkebunan di daerah lebih mendorong petani untuk beralih tanaman atau diversifikasi. Misalnya lewat program penyediaan bibit kakao, kopi, dan tanaman lainnya.


“Bahkan ada juga dana hasil cukai yang diselewengkan menjadi dana aspirasi anggota DPRD,” kata Wisnu.


Salah satu peruntukan dana cukai adalah untuk pembinaan industri tembakau. Nyatanya, di Kudus dibuat program sistematis untuk mengalihkan buruh pabrik rokok ke pelatihan menjahit, memasak, dan salon kecantikan.


“Agar ke depan tidak lagi jadi buruh pabrik rokok. Padahal Kabupaten Kudus mendapat alokasi terbesar untuk Jawa Timur yaitu Rp70,3 miliar,” katanya. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya