Bankir: Pengaturan Uang Muka KPR Ancam Pertumbuhan Properti

Contoh Rumah Kemenpera
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - Mulai September 2013, Bank Indonesia berencana untuk memberlakukan aturan baru pemberian kredit pemilikan rumah (KPR) dengan luas bangunan di atas 70 meter persegi. Aturan ini berkaitan dengan loan to value (LTV) atau rasio pinjaman terhadap nilai rumah lewat KPR.

Dalam aturan tersebut, BI menetapkan maksimal LTV untuk rumah pertama dikenakan uang muka minimal 30 persen. Kemudian, uang muka minimal 40 persen untuk KPR kedua. Sementara itu, uang muka minimal 50 persen untuk kredit pemilikan rumah ketiga, dan seterusnya.

Mengantisipasi aturan baru tersebut, kalangan perbankan menilai, kebijakan BI itu dapat berdampak pada pertumbuhan sektor properti.

Hidup dengan Kepala Menempel Selama 62 Tahun, Kembar Siam Tertua di Dunia Tutup Usia

Direktur Keuangan PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Vera Eve Lim, Selasa malam, 16 Juli 2013, mengatakan, kenaikan LTV tersebut dapat menyebabkan perlambatan dalam penyaluran kredit perumahan. "Prediksi saya, semester kedua, KPR akan melambat. Apalagi ditambah dengan aturan baru LTV," kata Vera di Jakarta.

Namun, ia juga menilai, penerapan pengetatan KPR justru akan berdampak baik bagi pertumbuhan kinerja perbankan. Terutama, dalam penyaluran kredit.
"Ke depan, bank akan lebih sustainable, dalam pemberian kredit juga akan hati-hati," tuturnya.

Sementara itu, terkait kebijakan BI untuk kembali menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 50 basis poin menjadi 6,5 persen, juga dapat berdampak sensitif pada pertumbuhan sektor properti.

Head of Institusional PT Bank ANZ Indonesia, Sity Lea Samudera, mengatakan, kenaikan BI Rate akan memicu lonjakan suku bunga kredit, sehingga dapat memengaruhi pembelian properti. "Teori ekonominya, kalau BI Rate naik, suku bunga juga akan naik," ujarnya.

Namun, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia, Setyo Maharso, justru mengatakan, kenaikan LTV tidak akan berimbas pada penurunan target penjualan properti.

"Aturannya kan baru dijalankan September. Jadi, kami belum bisa memprediksikan. Sejauh ini, kami optimistis aturan itu tidak akan memicu penurunan penjualan," kata Setyo kepada VIVAnews.

Ia pun menjelaskan, saat ini pasokan dan permintaan properti masih cukup tinggi. Tidak hanya itu, Setyo berpendapat, pertumbuhan kredit properti belum menimbulkan potensi gelembung (bubble).

"Begini, kalau mau ada aturan itu, seharusnya dari dulu. Sekarang ini, permintaan untuk kelas menengah masih tinggi, dan tingkat kredit macet perbankan juga masih rendah. Jadi, ancaman bubble itu belum ada," tegasnya.

Selain itu, Setyo menampik tingginya harga properti di Indonesia disebabkan unsur spekulasi. Menurut dia, terlalu berisiko jika masyarakat menggunakan KPR untuk mencari keuntungan dari selisih harga yang diperjualbelikan.

"Misalnya, seseorang beli rumah dengan KPR belum lunas 1 tahun. Tapi, harganya tinggi, kemudian dijual, itu kan kena penalti," ungkap Setyo.

Presiden Iran Ebrahim Raisi dan komandan militernya

Iran Punya Aturan Serangan Baru Untuk Negaranya

Presiden Iran memperingatkan bahwa 'langkah sekecil apa pun' yang dilancarkan ke negaranya, maka akan langsung menimbulkan respons yang "keras" dari militernya. 

img_title
VIVA.co.id
18 April 2024