Sumber :
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews
- Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah yang mencapai Rp10.000 per dolar Amerika Serikat (AS) sudah mencerminkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia. Pelemahan ini bukan hanya terjadi pada mata uang Indonesia, tapi juga negara-negara lain.
Agus di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu 17 Juli 2013, mengatakan, pelemahan ini tidak perlu dikhawatirkan, mengingat banyak negara lain yang penurunan nilai tukarnya melebihi rupiah.
Agus di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu 17 Juli 2013, mengatakan, pelemahan ini tidak perlu dikhawatirkan, mengingat banyak negara lain yang penurunan nilai tukarnya melebihi rupiah.
"Kalau dibandingkan dengan India, Korea, atau China, mereka jauh lebih terdepresiasi. Ini kondisi yang juga terjadi di dunia," ujarnya.
Agus mengatakan, yang perlu diwaspadai pemerintah dan BI saat ini adalah terjadinya tekanan terhadap defisit transaksi berjalan, dan potensi inflasi, karena kenaikan harga pangan menjelang Lebaran.
"Jadi, kalau seandainya nilainya sedikit di atas Rp10.000, itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Nanti, kalau sudah mulai ada
inflow
ke Indonesia, akan kembali mencerminkan fundamentalnya," dia menambahkan.
BI, dia melanjutkan, juga akan terus menjaga nilai tukar rupiah dalam kondisi yang stabil. Bank sentral juga siap untuk menggelontorkan valuta asing di pasar, jika memang diperlukan guna menjaga likuiditas.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate pagi ini, rupiah berada di level Rp10.040 per dolar AS. Nilai tukar kembali melemah dibanding sehari sebelumnya Rp10.036 per dolar AS.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Kalau dibandingkan dengan India, Korea, atau China, mereka jauh lebih terdepresiasi. Ini kondisi yang juga terjadi di dunia," ujarnya.