Anggota DPR: Rupiah Bisa Bergerak Liar

Wakil Ketua KEIN, Arif Budimanta.
Sumber :
  • Antara/ Rosa Panggabean
VIVAnews
Jasad Wanita Open BO yang Dibunuh Hanyut Dibuang di Kali Bekasi Hingga ke Pulau Pari
- Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi anggaran dan keuangan, Arif Budimanta, Rabu 21 Agustus 2013, menyatakan bahwa rupiah berpotensi terus bergerak liar.

Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Butuh 6,7 Juta Ton Beras per Tahun

Menurut Arif, pelemahan rupiah terhadap dolar karena pasar tidak melihat ada kebijakan yang sinergis dan komprehensif dalam bidang fiskal maupun moneter. Dalam konteks ini, beban BI amat potensial kian menumpuk, yang ditunjukkan oleh cadangan devisa yang semakin tergerus, apabila pengendalian nilai tukar hanya diandalkan kepada BI semata.
Drama 4 Gol Lawan Madura United, Dewa United Jaga Asa Tembus Championship Series


"Defisit neraca perdagangan Indonesia yang melebar mencapai 4,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto  pada kuartal kedua tahun ini adalah terbesar dalam sejarah," ujar Arif dalam keterangannya kepada
VIVAnews.

Sekedar catatan, Arif menambahkan, defisit neraca perdagangan pada kuartal pertama sebesar 2,4 persen.


Arif menjelaskan, defisit perdagangan berlangsung karena fokus usaha pemerintah melalui kebijakan fiskal untuk mendukung industri bahan baku atau hulu masih belum menarik. "Selain itu, perlakuan terhadap eksportir belum memberikan gairah untuk mengejar devisa ekspor," kata legislator dari Fraksi PDI Perjuangan ini.


Menurut Arif, pelemahan ini akan terus bergerak apabila tidak ada perbaikan neraca perdagangan. Pelemahan nilai komoditi dan ekspor serta meningkatnya impor dari waktu ke waktu adalah data riil yang menggambarkan bahwa pemerintah gagal dalam menggenjot produktivitas nasional untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.


Sedangkan di sisi lain laju pertumbuhan Indonesia dari waktu kewaktu sampai saat ini selalu bertumpu kepada komsumsi. Akibatnya inflasi yang seharusnya musiman bisa menjadi permanen apabila tidak dikendalikan. "Hal tersebut bisa menjadi faktor kenaikan biaya hidup," kata Arif.


Untuk itu, langkah-langkah fundamental dan struktural dapat dipertimbangkan untuk dilakukan. Rupiah harus dikendalikan bukan dengan mengerem kredit karena bisa berdampak pada pertumbuhan. "Tapi untuk mengatur arus kas nasional dengan mengajak pelaku ekonomi untuk turut berperan di dalamnya," kata Arif.


Bank Indonesia, Arif melanjutkan, juga dapat mempertimbangkan melakukan relaksasi ketentuan-ketentuan terkait pendalaman pasar valas seperti pinjaman komersial luar negeri bank,
hedging,
dan lain sebagainya dalam rangka menarik arus modal masuk. "BI juga diharapkan terus mengaktifasi  instrumen efek
swap
sebagai fasilitas perlindungan untuk dana asing yang akan diinvestasikan di pasar rupiah domestik," kata Arif.


Ekspor harus didorong. Impor harus dikendalikan. Produksi nasional harus ditingkatkan. Termasuk produksi sektor pertanian, industri perkapalan dan sektor kelautan. "Agar impor pangan dan defisit neraca jasa bisa turun," kata Arif.


Dalam hal kebijakan fiskal, Arif melanjutkan, pemerintah perlu untuk mendorong ekspor. Misalnya dengan menurunkan pajak ekspor, dan juga harus ada promosi perdagangan yang agresif. "Untuk mengendalikan impor, pemerintah bisa menaikkan pajak impor barang mewah," kata Arif.


Bersamaan dengan itu, kata Arif, iklim investasi diperbaiki dan lebih mendorong Penanaman Modal Asing (PMA). Perlu strategi pengembangan industri dan produksi nasional, khususnya industri menengah dan kecil. Untuk penciptaan lapangan kerja, realisasi anggaran dan implementasi program pedesaan, UMKM, dan sosial perlu dipercepat.


"Maka dalam hal ini Menteri Keuangan harus lebih bernyali, jangan kebingungan dan mencari-cari alasan. Karena pasar ingin melihat sinyal yang fundamental dalam arah kebijakan fiskal, khususnya yang terkait dengan perdagangan dan industri," kata Arif. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya