Ekonom: Paket Kebijakan Ekonomi Hanya Cocok untuk Jangka Panjang

Dolar AS Menguat
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews
Pria Ini Belajar Mengemudi Bermodal Lihat Youtube, Hasilnya Mobil Hancur Tabrak Tembok
- Untuk mengantisipasi pelemahan rupiah yang semakin dalam, pekan lalu Bank Indonesia bersama pemerintah mengeluarkan empat paket kebijakan yang bertujuan untuk stabilisasi sistem keuangan.

Netizen Kritik Adab Nagita Slavina Kasih Bekas Makanan dari Gigitannya ke Karyawan RANS

Namun, ekonom dan Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, Aviliani, Selasa 27 Agustus 2013, menilai, empat paket kebijakan tersebut hanya cocok untuk jangka menengah dan panjang. Untuk jangka pendek masih belum dapat direalisasikan.
Dewan Keamanan PBB Dikritik karena Gagal Tegakkan Resolusi saat Serangan di Gaza Meningkat


"Padahal, yang harus dilakukan saat ini adalah jangka pendek untuk menanggulangi krisis kecil," kata Aviliani di Gedung BRI, Jakarta.


Khusus untuk kebijakan impor, Aviliani menegaskan, pemerintah tidak bisa membatasi impor bahan baku produksi. Sebab, jika upaya itu dilakukan, secara tidak langsung akan menekan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.


Meskipun, saat ini, impor bahan baku memang cenderung tinggi, yakni mencapai 70 persen. "Kalau kita menekan impor bahan baku, kan itu mengganggu produksi industri, dan tidak bisa langsung mengubahnya pakai bahan baku dalam negeri," tegasnya.


Aviliani menambahkan, yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah masalah ketersediaan likuiditas. Untuk itu, pemerintah perlu memanggil para pengusaha yang memiliki masalah dengan utang luar negeri.


"Pemerintah juga perlu melakukan mediasi untuk restrukturisasi, supaya  kebutuhan likuiditas besar. Kedua, importir dipanggil, berapa kebutuhannya. Jadi, ini lebih bagaimana mengelola
cash flow
ekspor-impor yang harus dilakukan pemerintah," tegasnya.


Pelemahan rupiah

Terkait dengan pelemahan nilai tukar, Aviliani menegaskan bahwa kondisi rupiah saat ini sudah sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia. Ia menilai, selama beberapa bulan, rupiah sempat berada di level Rp9.000 per dolar AS.


Kondisi ini akibat imbas krisis ekonomi global, terutama di Amerika dan Eropa, sehingga banyak dana yang masuk ke pasar negara berkembang.


"Kemarin, kenapa rupiah bisa berada di bawah Rp10.000, karena kita diuntungkan dengan adanya krisis global. Dana asing masuk ke negara berkembang termasuk Indonesia, dan sekarang kondisi Amerika mulai membaik," ungkapnya.


Berdasarkan data transaksi aktual antar bank atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah berada di posisi Rp10.883 per dolar AS. Rupiah kembali melemah dibanding sehari sebelumnya di level Rp10.841 per dolar AS. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya