Mogok Selesai, Tahu dan Tempe Masih Langka

Demo perajin tahu dan tempe di Tugu Pancasila, Bundaran Kartasura.
Sumber :
  • VIVAnews/ Fajar Sodiq
VIVAnews - Mogok produksi tahu maupun tempe hari ini, Rabu 11 September 2013, berakhir. Namun, dampak dari aksi mogok itu masih dirasakan masyarakat yang sehari-hari mengonsumsi penganan dari kedelai tersebut. 
Terima Parpol Lain Gabung Koalisi Prabowo, Demokrat Tak Pusingkan soal Jatah Menteri

Kebingungan itu tidak hanya dirasakan masyarakat pada umumnya, tetapi juga para pedagang kecil yang biasa menggunakan bahan tahu atau tempe untuk pelengkap makanan yang mereka jual. Mereka hanya pasrah, salah satu menu makanan yang mereka jual tidak lagi menggunakan bahan baku tahu atau tempe.
Situasi Makin Gawat, Israel Targetkan Serang Wilayah Nuklir Iran di Kota Isfahan

Salah satu pedagang bakso di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang biasa dipanggil 'Pak Jenggot' mengatakan bahwa sejak Senin kemarin hingga hari ini, Rabu 11 September 2013, bakso yang dijualnya tak lagi dilengkapi dengan tahu.
Red Sparks Vs Indonesia All Stars, Megawati Hangestri Tak Masalah Hadapi Rekan Sendiri

"Sudah tidak menggunakan tahu lagi, sebagai salah satu pelengkap menu berjualan bakso. Tahu menghilang dari pasaran," katanya.

Menurutnya, sebelum dipersulit dengan kelangkaan tahu di pasaran akibat adanya mogok produksi tahu, para pedagang bakso sudah dibuat bingung dengan harga daging sapi yang kian naik tajam di atas Rp 95.000 per kilogramnya.

"Sesudah harga daging sapi naik, kini tak ada lagi tahu yang dijual di pasar. Jika harga naik, namun barang tersedia di pasar itu mungkin tak terlalu menjadi masalah bagi kita," ujarnya.

Waryadi, salah satu penjual tahu kupat di Ganjuran, Kabupaten Bantul, juga mengatakan bahwa dirinya selama tiga hari terakhir memilih tak berjualan. Sebab, bahan utama untuk membuat tahu ketupat tidak lagi ada di pasar.

"Ya, tidak jualan karena tidak ada tahunya. Saya terus jualan makanan yang lainnya," ujarnya.

Aksi mogok para perajin tahu tempe, kata Waryadi, tidak hanya merugikan dirinya tapi para pedagang gorengan juga mengeluh. Sebab, mereka tidak lagi bisa menjual tahu goreng, tahu bunting (tahu susur), mendoan, dan gorengan lain yang bahan bakunya dari tahu atau tempe.


Ramai-ramai tanam kedelai

Sementara itu, harga kedelai yang melonjak tinggi membuat petani di Bali berharap bisa mengambil untung. Di Desa Kusamba, Klungkung misalnya, sejumlah petani ramai-ramai menanam kedelai.

Meski harus menunggu tiga bulan untuk masa panen, mereka tetap semangat untuk menanam kedelai.

Wayan Kereng menjelaskan, sudah beberapa hari terakhir ini rekannya sesama petani memilih menanam kedelai. "Tanaman kedelai kami baru berumur 10 sampai 15 hari," kata Kereng, Rabu.

Kereng bersama rekannya sesama petani di desanya berharap meraup untung dengan meroketnya harga kedelai. Ia berharap, saat panen raya tiba nanti, harga kedelai masih tinggi, sehingga bisa meraup untung besar. (eh)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya