Agus Marto Akui Banyak Tantangan Menghadang Ekonomi RI

Menteri Keuangan Agus Marto Wardojo (kanan) memaparkan alokasi dana otonomi khusus saat rapat dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Senin (6/12).
Sumber :
  • ANTARA/Yudhi Mahatma
VIVAnews -
Menhub Ingatkan Semua Unsur Aparat Pastikan Kelancaran Arus Balik Lebaran
Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, menggantikan posisi gubernur sebelumnya, Darmin Nasution, pada Mei 2013. Baru masuk, dirinya langsung mendapatkan "goyangan" ekonomi.
Sejarah Ketupat yang Menjadi Menu Paling Populer Saat Hari Raya Idul Fitri

"Secara pribadi, kami sungguh merasakan tantangan ekonomi yang tidak ringan di 2013 ini," kata Agus dalam "Sambutan Gubernur Bank Indonesia dan Banker Dinner 2013" di Gedung Kebon Sirih, Jakarta, Kamis malam, 14 November 2013.
Blockchain Bikin Transaksi Keuangan Lintas Batas Enggak Ribet


Dia mengatakan bahwa pada tanggal 24 Mei 2013, mantan menteri keuangan itu resmi bergabung ke BI. Awal menjabat, Agus dihadapkan pada masalah pengurangan stimulus moneter (tapering).

"Sinyalemen yang singkat, namun pengaruhnya mendunia. Sejak saat itu, hari demi hari hingga akhir Agustus lalu, ekonomi kita ditandai dengan aliran keluar modal portofolio asing yang kemudian menekan nilai tukar rupiah cukup tajam," kata dia.


Tapi, pihak BI tidak melulu melihat adanya isu tapering. Menurut bank negara ini, ada beberapa isu yang lebih besar daripada isu pengurangan stimulus.


Isu yang pertama adalah ketidakpastian perekonomian ekonomi global. Seperti yang diketahui, perekonomian ekonomi global sedang memulihkan diri, tapi terasa lambat dan terkesan tidak pasti.


"Dua tahun silam, kita sempat memperbincangkan
two-speed recovery
, yaitu ekonomi negara maju yang lambat dan ekonomi
emerging market
(negara berkembang) yang cepat. Kini, keadaan terbalik. Ekonomi Amerika Serikat menguat, ekonomi Eropa berpeluang lepas dari krisis, sedangkan ekonomi
emerging market
justru melambat. Ada fenomena
three-speed world recovery
," kata Agus.


Isu yang kedua adalah ketidakpastian kebijakan AS terkait dengan penarikan stimulus kebijakan moneter dan kebijakan anggarannya. Isu yang terakhir adalah ketidakpastian perkembangan harga komoditas.


"Sejalan dengan ekonomi global yang lambat dan pasar keuangan global yang bergejolak, harga komoditas masih akan melanjutkan tren penurunannya sehingga mempertegas berakhirnya era siklus yang panjang (
super cycle
) harga komoditas," kata dia.


Lalu, ketiga isu global ini menurunkan kinerja ekonomi Indonesia. Tekanan global tersebut membuat neraca perdagangan Indonesia menjadi defisit. Neraca transaksi Indonesia pun membesar karena ditambah harga komoditas dunia yang merosot.


"Besarnya defisit neraca transaksi berjalan, bukan semata persoalan neraca perdagangan, tapi juga terbebani defisit neraca jasa dan pendapatan yang telah berlangsung cukup lama," kata dia.


Selanjutnya, gejolak di pasar keuangan domestik pun juga turut memperburuk neraca pembayaran Indonesia. Tren pelemahan nilai tukar rupiah pun juga sejalan dengan pemburukan neraca pembayaran. Begitu pula dengan inflasi sebagai dampak kenaikan BBM bersubsidi.


"Pada akhirnya, koreksi pada perekonomian nasional memang tidak terhindarkan. Namun, kami menilai koreksi tersebut merupakan bagian dari proses
rebalancing
untuk menemukan kembali fundamental ekonomi, yang lebih selaras dengan topangan fundamentalnya," kata mantan dirut PT Bank Mandiri (Persero) itu. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya