Isu Penyadapan

Australia Penyumbang Defisit Perdagangan Terbesar Kelima RI

Peti Kemas
Sumber :
  • Antara/Rosa Panggabean

VIVAnews - Hubungan diplomatik Indonesia dan Australia menghangat, setelah media massa internasional menulis penyadapan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para menterinya pada 2009. Aksi itu memicu reaksi keras pemerintah Indonesia, dan langsung memanggil pulang Dubes Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, dari Canberra.

Terekam CCTV Cabuli Gadis Panti Asuhan, Ketua PSI Gubeng Surabaya Dicokok Polisi 

Namun, pejabat ekonomi pemerintah menyatakan bahwa hubungan bisnis kedua negara diperkirakan tidak terpengaruh, meski muncul kabar penyadapan tersebut.

"Menurut saya, itu tidak terpengaruh. Indonesia bangsa yang besar dan bermartabat. Reaksi pemerintah dan masyarakat dalam batas kewajaran internasional," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, ketika dihubungi VIVAnews di Jakarta, Selasa 19 November 2013.

Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, pun mengatakan, tidak ada kerja sama ekonomi bilateral di bidang keuangan yang penting dilakukan dengan Australia. Bambang mengungkapkan, kerja sama bisnis antara kedua negara yang paling sensitif adalah mengenai peternakan sapi.

"Tapi, soal itu bisa ditanya ke pihak yang terkait dengan urusan sapi," ujarnya.

Dia mengatakan, aksi penyadapan tersebut tidak akan mempengaruhi hubungan kerja sama ekonomi antara kedua negara. Karena, permasalahan tersebut lebih ke arah politik.

"Banyak negara yang bermusuhan. Bisnisnya tetap jalan. Bukan berarti bisnisnya langsung mati, kecuali memang ada embargo atau blokade.," ungkapnya.

Terkait dengan perjanjian perdagangan, dia mengatakan, hingga saat ini belum ada dampak yang terasa. "Sejauh ini kami belum lihat dampaknya," ujarnya.

Sekadar diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada Januari-September 2013 mengalami defisit US$6,26 miliar. Neraca perdagangan migas defisit US$9,74 miliar, sedangkan nonmigas surplus US$3,48 miliar.

Menurut data yang diterima VIVAnews, Australia tercatat sebagai salah satu negara penyumbang defisit dalam neraca perdagangan Indonesia. Negeri Kanguru ini menduduki peringkat kelima penyumbang defisit setelah China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan.

Pada periode Januari-September 2013, Australia menyumbang defisit sebesar US$1,5 miliar. Jumlah ini meningkat sebesar US$200 juta dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Untuk sektor nonmigas, di luar ASEAN dan Uni Eropa, Australia masih menjadi negara tujuan ekspor selain China, Jepang, Amerika Serikat, dan India. Nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Australia tercatat US$240 juta pada September 2013.

Sementara itu, pada perdagangan Januari-September 2013, ekspor nonmigas Indonesia ke Australia mencapai US$2,03 miliar. Jumlah ini merosot dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$2,46 miliar.

Untuk impor nonmigas, Australia menyumbang US$373,4 juta. Pada Januari-September 2013, nilai impor nonmigas dari Australia sebesar US$3,52 miliar. Jumlah ini turun 6,18 persen dibanding impor pada periode sama 2012 sebesar US$3,75 miliar.                                       

Indonesia All Star Diisi Pemain Terbaik Guna Hadapi Red Sparks
Prabowo Subianto tiba di Malaysia.

Batalkan Aksi Relawan Turun ke Jalan Jelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Prabowo Tuai Pujian

Menurut Sekjen AMMI Arip Nurahman, langkah dilakukan Prabowo ini, agar menjaga situasi tetap kondusif serta menghindari terjadinya perpecahan diantara sesama anak bangsa.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024