Renyahnya Bisnis Camilan Ubi Madu Krispi

Grubiku
Sumber :
  • VIVAnews/Daru Waskita
VIVAnews
Stafsus Menag Beberkan Upaya Kemenag Dukung Program Prioritas Pemerintah
- Ubi madu dan ubi ungu terkenal dengan rasa manisnya. Tanaman umbi-umbian itu selain mengandung vitamin dan mineral, juga kaya akan antioksidan dan serat.

Tukang Parkir yang Minta Uang THR Rp15 Ribu di Minimarket Karawang Minta Maaf

Sangat mudah menemukan jenis umbi-umbian ini. Namun, sebagian masyarakat kurang menyukai. Juwariyah, warga Dusun Geblak, Desa Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta kemudian mencoba mengkreasikannya.
RSUD Smart Pamekasan Larang Nakes Cuti Antisipasi Lonjakan Pasien Pasca Libur Lebaran


Wanita 37 tahun itu mengolah ubi madu dan ubi ungu menjadi camilan yang dinamai "Grubiku". Selain menambah nilai ekonomis jenis umbi-umbian itu, Grubiku ternyata diterima dengan baik oleh konsumen.

Bahkan, penjualan camilan yang terasa krispi di lidah ini telah masuk ke supermarket besar di Yogyakarta seperti Mirota Kampus.


Ide mengembangkan makanan ringan berbahan dasar ubi madu dan ubi ungu didapatkan dari Pasar Telo, Kelurahan Karangkajen, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta.


Awalnya, pada 2010, hatinya tergugah ingin mendapatkan tambahan uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.


Berbekal pengalaman yang didapatkan saat bekerja di industri yang mengolah makanan dari bahan dasar ubi madu dan ubi ungu di Tawangmangu dulu, ia pun mulai membuat camilan berbahan ubi madu dan ubi ungu.


"Pada awalnya, saya hanya memproduksi sekitar 10 kilogram ubi madu dan ubi ungu. Ternyata, setelah dijual, banyak warung dan toko yang menerima titipan makanan ringan Grubiku," kata Juwariyah, Kamis 27 Februari 2014.


Semakin banyak pesanan dari warung dan toko ini yang membuat Juwariyah menambah jumlah produksinya hingga 75 kg ubi madu dan ubi ungu setiap harinya. Ia pun merekrut empat ibu rumah tangga di sekitar rumahnya.


"Permintaan tambah maka tenaga juga ditambah. Meski belum bisa memberikan honor sesuai dengan UMP, karena labanya juga cukup minim. Namun, cukup untuk membantu ekonomi keluarga," jelasnya.


Menurut Juwariyah, untuk memproduksi Grubiku, setiap harinya dia membutuhkan 75 kg ubi madu dan ubi ungu, dengan harga Rp4.000 per kg, minyak goreng 5 liter dengan harga per liter Rp11.000, dan gula jawa 8 kg dengan harga Rp12.000 per kg.


"Untuk sekali memproduksi Grubiku dengan bahan baku ubi 75 kg dibutuhkan biaya kurang lebih Rp430.000," katanya.


Proses pengolahan


Juwariyah menuturkan, proses pengolahan ubi madu dan ubi ungu cukup mudah. Ubi madu dan ubi ungu dikupas kulitnya dan dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran yang masih tersisa.


Setelah ubi bersih, ubi dimasukkan dalam alat pemotong ubi hingga nantinya ubi berbentuk batangan-batangan kecil dengan panjang 3 cm hingga 5 cm.


"Potongan ubi yang berupa batangan-batangan kecil dengan panjang 3 cm hingga 5 cm kemudian digoreng hingga matang. Kemudian, tiriskan agar minyak hilang," jelasnya.


Proses selanjutnya adalah memasukkan batangan-batangan ubi madu dan ubi ungu ke dalam karamel yang terbuat dari gula Jawa. Setelah tercampur rata, batangan-bantang ubi tersebut dimasukkan ke dalam cetakan Grubiku.


"Setelah tercetak, berbentuk lingkaran dan padat, maka Grubiku selanjutnya dimasukkan ke dalam spinner untuk membersihkan sisa minyak dari penggorengan," imbuhnya.


Setelah sisa minyak bersih, Grubiku siap dikemas ke dalam plastik yang sudah diberi label dan dikemas ke dalam kotak kardus.


"Makanan atau camilan Grubiku ini juga telah mendapatkan izin dari Dinas Kesehatan Bantul, sehingga aman untuk konsumsi dan tahan hingga 3 bulan meski tanpa bahan pengawet," paparnya.


Siti, pegawai di pembuatan Grubiku milik Juwariyah mengatakan, untuk bahan baku 75 kg ubi madu dan ubi ungu bisa membuat 300 palstik Grubiku yang dijual Rp5.000 per plastik.


"Kalau laku semua dalam satu hari, kami mendapatkan pendapatan sekitar Rp1,5 juta, masih untung di atas Rp1 juta," ungkapnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya