Perusahaan Tambang Mineral Mulai Produksi Mineral Olahan

Kegiatan pengolahan bijih emas di tambang Martabe
Sumber :
  • G-Resources
VIVAnews
Batalkan Aksi Relawan Turun ke Jalan Jelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Prabowo Tuai Pujian
- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, sedikitnya ada 11 perusahaan yang sudah masuk tahap realisasi investasi smelter, baik itu baru masuk konstruksi maupun sudah tahap produksi.

Terekam CCTV Cabuli Gadis Panti Asuhan, Ketua PSI Gubeng Surabaya Dicokok Polisi 

Ada enam perusahaan yang sudah mulai memproduksi barang mineral olahannya di Indonesia. Sementara itu, lima perusahaan lainnya sudah masuk tahap konstruksi pembangunan tempat pemurnian.
Indonesia All Star Diisi Pemain Terbaik Guna Hadapi Red Sparks


Kepala BKPM, Mahendra Siregar, Kamis 24 Juli 2014, memaparkan keenam perusahaan yang sudah masuk tahap produksi, yaitu PT Vale Indonesia Tbk, yang memproduksi nikel di Kabupaten Soroako, Sulawesi Selatan, dengan nilai investai smelter sebesar US$580 juta dengan kapasitas 80.953 ton.

Lalu, PT Aneka Tambang Tbk di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dengan investasi sebesar US$297,7 juta, dengan kapasitas 17 ribu ton.

Kemudian produksi bijih besi oleh PT Meratus Jaya Iron Steel di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan dengan investasi US$142,3 juta, menghasilkan
sponge iron
sebanyak 315 ribu ton/tahun.


PT Delta Prima Steel di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan senilai US$26,9 juta dan akan hasilkan
sponge iron
sebanyak 100 ribu ton/tahun.


Dua perusahaan lainnya, PT Smelting di Kabupaten Gresik, Jawa Timur dengan investasi US$852,6 juta. Perusahaan itu akan menghasilkan
coper chatode
/ tembaga sebanyak 300 ribu ton,
sulphuric acid
900 ribu ton,
anaoda slimes
dua ton,
copper slag
600 ribu ton,
gypsum
31 ribu ton dan
coppper telluride
102 ton.


"Kelanjutan proyek ini tergantung hasil renegosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara," ujarnya.


Kemudian, PT Indonesia Chemical Alumina di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat senilai US$352,2 juta akan menghasilkan aluminium oxide (CGA) sebanyak 135.000 ton dan Aluminium Hydroxide (aluminium tri hydrate) sebanyak 165 ton.


Sedangkan yang dalam tahap konstruksi yaitu, pemurnian alumina PT Borneo Alumindo Prima (PMA) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat senilai US$4,5 miliar.


Nantinya, akan menghasilkan aluminium oksida 4,5 juta ton dengan investasi awal di semester I tahun ini sebesar US$2,4 juta.


PT Bintan Alumina Indonesia di Kabupaten Bintan, Kabupaten Riau US$100 juta dan akan mengasilkan dua juta ton alumina dengan investasi awal sebesar US$9,5 juta.


Lalu,  PT Well Harvest Winning Alumina Refinery di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dengan investasi sebesar US$968,4 juta dan akan hasilkan dua juta ton. Proyek ini ditargetkan mulai produksi awal 2015 dengan kapasitas awal satu juta ton dan sisanya 2016.


Lebih lanjut, menurut Mahendra, ada pula perluasan pabrik milik PT Antam  di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara senilai US$522,7 juta.


Pabrik ini akan menghasilkan ferronickel 500 ribu ton. Dan, PT Feni Haltim (PMDN) di Halmahera Timur, Maluku Utara dengan investasi US$1,78 miliar dan akan menghasilkan 27 ribu ton feronickel.


"Saat ini, sedang dalam tahap pencarian sumber dana," tambahnya.


Selain ke 11 perusahaan yang sudah masuk tahap realisasi tersebut, Mahendra menyebutkan, ada sekitar 50 perusahaan lainnya yang proyeknya akan segera direalisasikan. Investasi dari 50 perusahaan tersebut secara total sebesar US$31,3 miliar. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya