Petani Tebu Kabupaten Malang Merugi

Ilustrasi/Tanaman tebu
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

VIVAnews - Para petani tebu di Kabupaten Malang, Jawa Timur, mengeluh merugi karena harga tebu anjlok. Hasil penjualan tebu saat ini tak bisa menutupi biaya perawatan yang dikeluarkan selama ini.

Kaesang: Walaupun PSI Belum Bisa Masuk Senayan, Enggak Masalah

Jika setiap hektare biaya produksi meliputi pupuk dan ongkos pekerja mencapai Rp22 juta setiap musim maka hasil penjualan tebu saat ini hanya sekitar Rp16 juta. Petani terpaksa merugi Rp6 juta per hektare.

"Gulanya memang manis, tetapi menanam tebu sekarang pahit," ujar petani tebu Desa Talangsuko, Ahmad Sulaeman, Minggu, 21 September 2014.
MK Juga Surati KPU dan Bawaslu, Bakal Bacakan Dua Putusan

Ia menyampaikan keluh kesahnya kepada Bupati Malang Rendra Kresna saat panen raya padi di desa setempat. Petani kapok menanam tebu dan mulai melirik untuk menanam komoditas lain seperti padi dan palawija.
Kantongi Surat Tugas Maju Pilgub, Bobby Nasution: Tak Perlu Daftar Lagi ke Golkar Sumut

Untuk itu, petani berharap agar Bupati Malang melindungi para petani tebu. Termasuk persoalan pupuk yang sering mengalami kelangkaan dan harganya mahal.

Selain itu, petani juga meminta ada bantuan alih teknologi pertanian dan peralatan modern pasca panen. Petani berharap ada bantuan peralatan bagi mereka untuk mengolah tebu menjadi gula sendiri.

Selama ini, petani tebu di Malang Selatan wajib memasok tebu di dua pabrik gula di wilayah Kabupaten Malang, yaitu Pabrik Gula Krebet Baru dan Kebon Agung. Petani tebu dilarang mengangkut dan menjual tebu ke pabrik gula di luar Malang.

"Kalau ada peralatan mengolah tebu sendiri kami jadi punya posisi tawar yang lebih baik dengan pabrik. Tapi yang terjadi sekarang berapapun harga yang diberikan pabrik terpaksa kami terima, bahkan kalau dibayar pakai gula pun kami harus terima," kata Sulaeman.

Menurut dia, posisi petani tebu sangat lemah. Jika petani menahan dan menunda memanen tebu maka rendemen dalam tebu akan semakin turun dan harga tebu juga akan semakin hancur.

Seluruh keluhan yang disampaikan kepada Bupati Malang Rendra Kresna tersebut segera mendapat tanggapan. Menurut Rendra, petani harus aktif mengikuti sekolah lapang. Sehingga bisa mengikuti perkembangan teknologi pertanian. Terutama untuk mengatasi rendahnya rendemem atau kadar gula dalam tebu.

"Rendemen rendah, hanya tujuh. Sedangkan 25 tahun lalu rendemen tebu di Malang tembus sampai delapan," kata Rendra.

Selain itu, Bupati Malang juga menyampaikan bahwa kedua pabrik gula di Malang telah berjanji akan memperbaiki rendemen petani. Targetnya agar rendemen naik menjadi 8-9. Namun, sampai sekarang kadar rendemen tak bisa beranjak dari angka tujuh.

Bersama Dinas Pertanian, katanya, tengah diteliti penyebab rendemen tebu anjlok. Apakah karena bibit atau ada faktor lain. Sebab, banyak petani yang tak melakukan bongkar ratoon dengan mengganti bibit yang unggul.

Saat ini total lahan perkebunan tebu mencapai 43 ribu hektare di seluruh wilayah Kabupaten Malang.  Rendra khawatir jika petani tebu tahun depan beralih menanam komoditas yang lain maka pasokan tebu untuk kedua pabrik gula bakal anjlok. Namun, Pemerintah Kabupaten Malang juga tak bisa mencegah petani beralih menanam komoditas lain.

Namun Rendra juga menyatakan Pemkab telah menyampaikan sejumlah keluhan perani tebu ke Gubernur Jawa Timur. Salah satu yang disampaikan adalah kesulitan petani tebu untuk mencari buruh tebang tebu. Selama ini buruh tebang selalu didatangkan dari daerah lain.

"Soal ini Gubernur sudah berjanji akan mengaggarkan pengadaan alat potong tebu untuk petani tebu di Malang dan Jawa Timur. Soal kapan turunnya semoga bisa dalam waktu dekat,” kata Rendra.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya