Chatib: Pelemahan Rupiah Bukan Karena Isu UU Pilkada

Uang rupiah dan dolar AS.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews
KPU Ungkap Alasan Abaikan Permintaan PDIP Tunda Penetapan Prabowo
- Menteri Keuangan, Chatib Basri, Senin 29 September 2014, menyatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tidak ada kaitannya dengan isu pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung atau tidak langsung.

Bamsoet Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Parpol di Luar KIM Demi Indonesia Emas

Undang-Undang Pilkada telah disahkan oleh DPR RI berdasarkan hasil voting dalam Rapat Paripurna pada Kamis pekan lalu. Parlemen sepakat memutuskan mekanisme Pilkada adalah tidak langsung atau dipilih melalui lembaga legislatif, dalam hal ini DPRD.
Mobil Listrik Baru BYD Bakal Rilis, Pakai Nama Singa Laut


Namun, Chatib membantah pelemahan rupiah awal pekan ini dipengaruhi isu politik domestik terkait keputusan DPR RI mengenai pilkada secara tidak langsung itu.


"Banyak yang ngomong (pelemahan rupiah) itu karena pilkada. Tapi tidak ada itu karena pilkada lalu mata uangnnya melemah. Jadi, tidak ada itu soal pilkada pengaruhi rupiah," ujar Chatib di Jakarta.


Ia menjelaskan, pelemahan nilai tukar mata uang ini terjadi secara global, namun terutama yang paling merasakan dampaknya adalah negara pasar sedang berkembang (emerging markets). Penyebabnya adalah isu pemulihan ekonomi AS dan rencana Federal Reserve untuk mempercepat kenaikan suku bunga acuan.


"The Fed akan mempercepat kenaikan suku bunga. Beberapa minggu lalu Gubernur The Fed bilang bahwa kenaikannya bisa lebih awal, karena ekonomi Amerika mulai membaik," kata Chatib.


Menurut Chatib, inilah yang menjadi pemicu utama penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara-negara lain di seluruh dunia. Karena rencana The Fed menaikkan suku bunga acuannya ini memicu pelarian modal asing yang diinvestasikan di kawasan emerging markets kembali ke negara maju.


Diketahui banyak investor besar mengalihkan modalnya ke pasar negara berkembang selama AS mengalami resesi ekonomi sejak 2007. Alasannya, pertumbuhan di kawasan emerging markets lebih menjanjikan keuntungan ketimbang disimpan di negara maju setelah hantaman krisis ekonomi AS yang dipicu kejatuhan sektor finansial.


Dengan pemulihan ekonomi AS dan rencana The Fed menaikkan tingkat suku bunga acuannya, maka investor akan menarik kembali modalnya di negara emerging markets untuk dialihkan lagi ke negara maju.


Ditengarai, gejolak di pasar keuangan bakal terus terjadi hingga ada kejelasan kebijakan bank sentral AS tersebut.

Pemerintah sejumlah negara berkembang pun kini tengah menyiapkan langkah antisipasi guna meredam dampak arus balik modal ini.


"India, Turki, Indonesia, itu trennya sama. Jadi ini bukan soal pilkada atau RAPBN. Fenomena ini sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu," kata Chatib.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya