Mau Naikkan BBM, Pemerintah Jangan Sampai Langgar UU

Pengendara sepeda motor mengisi bahan bakar
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews -
Anies soal Tawaran Jadi Menteri di Kabinet Prabowo: Belum Ada yang Ngajak
Di tengah rencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, pemerintah wajib mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah tidak boleh mengabaikan hal ini, kata pengamat kebijakan energi, Sofyano Zakaria.

Viral Video Transformasi Makeup Pengantin Jadi Sorotan Netizen

Menurut Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) itu, apabila kebijakan menaikan harga jual BBM bersubsidi melanggar undang-undang, pemerintah berpeluang mendapatkan
Lolos Jadi Anggota DPR, Denny Cagur Ungkap Kenangan Haru dengan Almarhumah Ibu
impeachment atau pemakzulan atas perbuatan yang menyimpang.


Sofyano mengungkapkan, acuan yang harus dipakai pemerintah dalam menaikan harga BBM bersubsidi adalah UUD dan UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas.


"Memberikan subsidi secara umum , pada dasarnya dapat dinyatakan sebagai bertentangan dengan Undang-undang," jelasnya kepada
VIVAnews
, Jumat 14 November 2014.


Selain itu, lanjut Sofyano, UUD hanya mensyaratkan bahwa yang wajib 'disantuni' negara adalah fakir miskin dan anak anak terlantar saja. Tetapi, pada kenyataannya, pemerintah yang dimulai oleh pemerintahan orde baru, ternyata mensubsidi semua golongan masyarakat dan ini berlanjut, hingga sekarang.


"Ini, tidak benar. Tetapi, karena elit masyarakat turut menikmati subsidi BBM itu, maka mereka tidak menolak. Bahkan, paling keras bereaksi, ketika ada pemerintah yang akan menaikan harga apalagi jika sampai menghapus subsidi BBM itu," sambungnya.


Hal ini ditegaskan kembali dalam UU nomor 22 Tahun 2001 atau UU Migas. Pasal 28 menyatakan bahwa dalam menentukan dan menetapkan harga BBM , Pemerintah memiliki tanggung jawab sosial terhadap golongan masyarakat tertentu.


Artinya, BBM bersubsidi tidak diwajibkan bagi seluruh golongan masyarakat tertentu. Ini yang telah dilanggar oleh pemerintah, khususnya pemerintah yang berkuasa sejak dilahirkannya UU Migas pada  tahun 2001.


Untuk memperkuat dan membenarkan ketentuan perundang-undangan tersebut, Sofyano menjelaskan, adanya Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun 2013, yang melarang  kendaraan angkutan perkebunan dan pertambangan gunakan BBM subsidi dan ternyata berjalan lancar, ini merupakan bukti bahwa kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan Perundang-undangan.


"Makanya, dengan dasar hukum UUD dan UU Migas tersebut, sebenarnya pemerintah bisa menetapkan larangan agar kendaraan roda 4 ke atas untuk non angkutan umum, dilarang gunakan BBM bersubsidi. Ini, cukup diatur dengan Peraturan Menteri ESDM sebagai Permen ESDM No 1 tahun 2013," tambahnya.


Seperti diketahui, angkutan umum dan sepeda motor dapat dinyatakan sebagai golongan tidak mampu atau berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, ini bisa tetap diberikan BBM bersubsidi, namun besaran subsidinya harus dihitung ulang secara cermat dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan pemerintah. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya