Bioethanol "Lab" Gubuk, Antara Perizinan Vs Nilai Keekonomisan (III)

Produk Sumawetanol
Sumber :

VIVAnews - Didik Prasetyo, warga Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, berhasil mengaplikasikan produk bioethanol-nya pada kendaraan bermotor. Satu liter bioethanol diklaim dapat melajukan mobil sejauh 40 kilometer.

“Kalau pake bioethanol 99 persen, tinggal menyesuaikan setelan karburator saja. Sekitar dua menit sudah selesai. Di mobil saya, satu liter bioethanol bisa digunakan melaju hingga sejauh 40 kilometer,” Didik mengungkapkan kebanggaannya pada VIVAnews.

Sebenarnya, Didik ingin merahasiakan percobaan bioethanol ke masyarakat. Namun, demi tak dicurigai dan dituduh warga sedang membuat alkohol minuman keras, ia menguji produknya pada kendaraan bermotor.

Namun, resep untuk membuat bioethanol kadar 99 persen ini sengaja disimpan untuk kalangan terbatas. Bahkan, di kebun plasma miliknya pun, Didik belum mau membagikan resepnya ini.

Dia berharap, ada perlindungan dari pemerintah berupa pengakuan hak paten atas karyanya. Didik juga ingin jaminan bahwa bioethanol 99 persen akan digunakan secara massal untuk hajat hidup orang banyak.

“Kalau tidak ada jaminan itu, saya khawatir temuan kami dibajak dan disalahgunakan oleh industri penghasil BBM yang terancam kehilangan konsumen. Jika sudah ada jaminan dan perlindungan, saya siap memberikan temuan ini kepada negara,” katanya.

Meski bilang ingin merahasiakan resep bioethanol kadar 99 persen, Didik justru tak sengaja membocorkan resepnya saat mengkalkulasi harga. Menurutnya, harga bioethanol 99 persen miliknya masih terlalu mahal, jika dibandingkan dengan harga BBM subsidi sebesar Rp8.500 per liter. Bioethanol dari jagung dibanderol Rp30 ribu per liter.

“Harga itu, kami dapat dari kalkulasi biaya produksi. Dengan 40 kilogram jagung yang dipanaskan selama enam jam menggunakan LPG 'melon', dilanjutkan penyulingan menggunakan listrik selama enam jam bisa menghasilkan 14 liter bioethanol 99 persen,” katanya.

Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot

Namun, dia masih menyimpan satu rahasia, yakni enzim super yang turut memengaruhi kualitas bioethanol.

Salah satu cara untuk menekan harga bioethanol ini adalah subsidi silang. Jika seluruh limbah produksi bioethanol 99 persen bisa terserap oleh pasar, ongkos operasional bisa tertutup.

Untuk itu, dia harus mengantongi izin resmi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan. “Saya yakin, harga bioethanol akan jauh lebih terjangkau dibandingkan BBM bersubsidi,” katanya.

Saat ini, jagung bekas fermentasi langsung digunakan untuk pakan ternak ayam. Sedangkan limbah cair yang tak bisa menghasilkan alkohol, dibagikan gratis pada kelompok tani di sekitarnya untuk pupuk pengganti Urea.

Dibagikan gratis sebagai contoh, kalau petani sudah tahu manfaatnya, baru akan dijual. Harganya, kira-kira Rp10 ribu per liter.

Selain limbah, saat ini, Didik menjual bioethanol ciptaannya ke pasar. Bioethanol kadar 70 persen dengan merek Sumawethanol itu dilepas ke pasaran Rp15 ribu per botol kemasan 240 mililiter. Praktis, produk itu masih jadi andalan untuk sumber pemasukan bagi Didik dan pemilik kebun plasma lain.

Sayang, produksinya yang terbatas belum bisa memenuhi permintaan konsumen di sekitar Sumbermanjing Wetan. Didik pun tak berani memproduksi massal lantaran terkendala izin perdagangan. “Sampai sekarang, kami belum memiliki izin dari Dinas Perindag Kabupaten Malang. Prosesnya masih berjalan,” katanya.

Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

Pemkab petakan potensi

Keberhasilan kelompok tani di Sumbermanjing Wetan dan Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, Jawa Timur dalam menciptakan bioethanol telah mencuri perhatian Dinas Pertanian dan Perkebunan, Kabupaten Malang.

Mereka memiliki rencana untuk memetakan potensi pertanian yang ada di Kabupaten Malang. Peta itu akan digunakan untuk memilih produk pertanian mana yang akan jadi suplai bahan baku bioetanol yang digagas oleh Didik Prasetyo dan kelompok tani Giri Makmur.

“Tahun 2015, sudah ada anggaran untuk pemetaan potensi pertanian di Kabupaten Malang. Ini untuk memilih jenis tanaman apa yang paling tepat digunakan sebagai bahan baku bioetanol dan proses bisa berkelanjutan tanpa mengganggu suplai pangan lain,” kata Tomi Herawanto, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan, Kabupaten Malang, kepada VIVAnews, Senin 24 November 2014.

Dia menyebut, lahan tebu menjadi tanaman terbesar yang dihasilkan di wilayah Kabupaten Malang, meskipun lahannya terus menyusut setiap tahun. Namun, dia belum bisa memetakan kebutuhan tebu untuk memenuhi kebutuhan gula dan seberapa besar yang bisa dialokasikan untuk keperluan bioetanol.

Saat ini, terdapat sekitar 44 hektare lahan tebu, 42 hektare lahan padi dan 40 hektare lahan ubi jalar di wilayah Kabupaten Malang.

Selain bioethanol, pihaknya juga gencar mendorong biogas dari kotoran sapi sebagai energi alternatif pengganti LPG. “Untuk biogas ada di daerah Pujon dan beberapa daerah sentra peternak sapi. Bioethanol memang masih di Sumbermanjing Wetan. Kami berharap, setelah dipetakan bisa segera digarap dengan maksimal,” katanya.


Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

Baca juga:

(asp)

Jemaah haji Indonesia mendengarkan khutbah Subuh jelang wukuf.

Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial

Menurut Direktur Bina Haji PHU Arsad Hidayat, jemaah haji diminta tidak asal membagikan informasi yang beredar di media sosial yang belum jelas kebenarannya.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024