- ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
VIVAnews - Menteri Keuangan era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Chatib Basri, menceritakan pengalamannya saat meyakinkan Presiden untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Seperti diketahui, saat itu, BBM bersubsidi naik sebesar 44 persen. Premium yang semula dijual RP4.500 menjadi Rp6.500 per liter. Sementara solar, menjadi Rp5.500 dari Rp4.500 per liter.
Chatib menceritakan, dalam proses pembahasan kebijakan tersebut, waktu itu, yang tersulit adalah meyakinkan SBY untuk menyepakati kebijakan ini. Apalagi kebijakan ini tidak populis.
Hal itu diperberat dengan respons Bank Indonesia (BI) yang akan menaikkan suku bunga, jika kenaikan BBM dilakukan.
"Yang memang berat, meyakinkan. Karena kalau rate-nya dinaikan, Presiden tidak happy. Saya jelaskan, Pak SBY, ini harus kita lakukan," cerita Chatib, di acara Seminar DBS, Selasa 25 November 2014.
Menurut Chatib, tahun 2013, Indonesia mengalami krisis keuangan. Krisis tersebut ditandai oleh keputusan bank sentral (The Fed) Amerika Serikat (AS) yang mengakhiri era stimulus moneternya.
Perhatian SBY, akibat dampak dari kenaikan BBM saat itu, juga tertuju pada risiko perlambatan ekonomi yang akan terjadi. Karena dapat meningkatkan angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja yang dilakukan perusahaan, terdampak kebijakan tersebut.
"Akhirnya, saya yakinkan Pak SBY dengan keluarkan insentif. Bagi perusahaan yang tidak (lakukan) PHK, akan diberikan insentif pajak. Kebijakan itu terbukti. Kami menyelamatkan sedikitnya 300 ribu tenaga kerja," ungkapnya.
Lebih lanjut, Chatib mengatakan, penghematan anggaran subsidi yang dilakukan pemerintah saat itu, terbukti efektif, khususnya dalam menekan defisit transaksi berjalan. Sehingga, akhirnya pada Januari tahun ini, Indonesia sudah mulai pulih dari krisis.
Baca juga: