Pelukis Art Brut Sukses Mencuri Perhatian di Pasar Seni ITB

Pelukis art brut Dwi Putro Mulyono, tampil di Pasar Seni ITB
Sumber :
VIVAnews
Drama Penalti Diulang Justin Hubner hingga Penalti Gagal Bikin Deg-degan Suporter Timnas
- Pernah mendengar art brut? Mungkin frase ini terdengar asing di telinga kita. Art brut di Indonesia memang masih terdengar asing, namun di dunia internasional art brut sudah lama dikenal. Salah satu aliran seni ini diperkenalkan oleh Adolf Wolfli (1864-1930) yang menjadi pasien tetap sebuah rumah sakit jiwa sejak 1899. Ia mulai melukis dan membuat tulisan-tulisan hingga mencapai 25 ribu lembar catatan dan 1.600 lembar lukisan ilustratif.
Anggota DPR Salut Kejagung Berani Usut Dugaan Korupsi di Sektor Tambang

Karya-karyanya kemudian ditemukan oleh seniman Perancis bernama Jean Dubuffet pada tahun 1945, dan ia menyebutnya art brut, yakni karya seni yang diciptakan penyandang gangguan mental. Art brut sendiri berasal dari bahasa Prancis yang artinya rough art (seni kasar) dan raw art (seni mentah).
Komentar Erick Thohir Usai Timnas Indonesia Tembus Semifinal Piala Asia U-23


Salah satu pelukis art brut yang sudah dikenal luas di Indonesia adalah Dwi Putro Mulyono alias  Pakwi. Ia penderita skizofrenia yang telah menghasilkan ribuan karya di galerinya. Ia  mengalami gangguan pendengaran dan kesulitan berbicara serta merangkai kata-kata sejak  kelas 3 SD. Kondisinya kemudian memburuk dan sering mengamuk tanpa sebab. Ia sempat menggelandang setelah ayahandanya meninggal dunia, dan bahkan ia sering mengamuk,  memukul adiknya, masuk ke kuburan, memunguti puntung rokok di jalan dan mencorat-coret tembok tetangga mereka. Nawa Tunggal, adiknya, kemudian memperkenalkannya pada dunia lukis yang ternyata membesarkan namanya hingga saat ini. Melukis pada awalnya merupakan salah satu sarana terapi bagi Pakwi. Kini, melukis merupakan aktivitasnya sepanjang hari.


Lukisannya tidak terpaku pada gaya atau aliran tertentu, melainkan selalu mengikuti kata hatinya. Ia biasa menggambar wayang, bunga, daun kuping gajah, angsa, ikan, katak, ayam, ember, kupu-kupu, dan masih banyak lagi. Hingga saat ini sudah ribuan karya yang dihasilkan pria berusia 51 tahun ini.  Di antara para penderita skizofrenia lainnya yang juga melakukan  terapi melukis, ia merupakan yang paling produktif. 


Tahun lalu, Pakwi nyaris empat hari tidak tidur ketika menyelesaikan lukisan di kanvas sepanjang 88 meter dengan lebar 1,2 meter. Kanvas yang penuh dengan gambar-gambar wayang purwa dalam kisah Mahabharata yang diadaptasi masyarakat Jawa itu berhasil diselesaikannya dalam waktu empat hari 15 jam 40 menit pada 9 September 2013 lalu. Dan ia diganjar piagam Rekor MURI sebagai pemecah rekor penderita gangguan mental yang berhasil melukis sepanjang 88 meter.


Pakwi bahkan telah sukses menggelar pameran tunggal pada 10 Oktober 2013 lalu. Lukisan-lukisan dengan beragam ukuran dan berbagai media sukses menyedot perhatian para  penikmat seni yang hadir. Gaya lukisannya yang sering disebut seni Sapa Nyana atau siapa sangka ini juga telah menghiasai sudut kota Yogyakarta.


Menyadari betapa mengagumkannya karya-karya dan sosok Pakwi, PT Bank Central Asia Tbk  (BCA) mengajak Pakwi  untuk terlibat dalam pasar seni terbesar di Asia Tenggara, yakni Pasar  Seni ITB 2014. Ia membawa lukisan-lukisan hasil karyanya ke pagelaran seni yang menyedot  perhatian 500 ribu orang pada 23 November lalu.


“Kehadiran  Pakwi di Pasar Seni ITB 2014 merupakan bukti nyata bahwa karya seni merupakan milik semua orang, karena karya seni merupakan bentuk refleksi kreativitas individual. Tidak terlepas dari siapa orangnya, semua orang bisa menumpahkan idenya dalam bentuk karya seni. Hal ini tentunya patut mendapat apresiasi dari semua pihak, terkhusus bagi masyarakat  pecinta seni,” ujar Inge Setiawati, Sekretaris Perusahaan BCA.


Di antara 365 stand yang ada, karakter lukisan Pakwi berhasil mencuri perhatian banyak orang. “Karya Pakwi sangat menarik. Pemilihan warna dan goresan-goresannya yang sering kali tidak  mengikuti aturan-aturan yang ada justru membuat lukisannya begitu istimewa,” ujar Ade  Anisiya, salah  seorang  pengunjung agenda rutin empat tahunan yang digelar oleh Fakultas  Seni Rupa dan Design Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB). (Webtoiral)



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya