Ini Dua Masalah Utama Indonesia Hadapi Harga CPO 2015

Ilustrasi lahan Kelapa Sawit di Balikpapan
Sumber :
  • ANTARA/Zabur Karuru
VIVAnews
Menko Airlangga Bertemu Menlu Singapura, Optimis Kerja Sama Bilateral Kedua Negara Terjalin Kuat
- Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Hari Priyono mengatakan bahwa ada dua masalah penting yang akan dihadapi oleh Indonesia dalam menghadapi  prospek harga (
price outlook
Maju Pilkada Kalsel 2024, Pasangan Muhidin-Hasnur Kantongi Restu Haji Isam
) untuk minyak sawit mentah ( crude palm oil
Erik Ten Hag Bongkar Penyebab Antony Ledek Pemain Converty
/CPO) tahun 2015.

Hari menyatakan, kedua masalah tersebut, antara lain, mengenai nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS dan masalah laju inflasi.

"Untuk pebisnis, selain inflasi, nilai tukar juga merupakan hal yang penting, termasuk pengaruh pasar juga. Kalau dolar terlalu tinggi, tentu ada kalkukasinya. Inilah tugas pemerintah, supaya dapat menjaga inflasi tetap di bawah lima persen," ujarnya saat ditemui
VIVAnews
, saat acara
10th International Palm Oil Conference and 2015 Price Outlook
, di The Trans Luxury Hotel, Bandung, Kamis 27 November 2014.


Menurut dia, pada tahun mendatang, juga perlu diantisipasi adanya kebijakan-kebijakan dari negara tujuan ekspor yang juga mulai mengerem, atau memperlambat.


Dominasi AS dan penurunan Tiongkok


Selain itu, Hari menekankan, dominasi Amerika Serikat (AS) masih akan mewarnai pergerakan CPO
outlook price
2015, seiring dengan peranan Tiongkok dan India yang mulai mengalami stagnanisasi, bahkan semakin menurun.


Sebagai informasi, volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India pada September, merosot sebesar 185 ribu ton, atau turun 38 persen menjadi 305 ribu ton. Dibandingkan Agustus, ekspornya mencapai 490 ribu ton.


Sementara itu, secara
year on year
, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia ke India tercatat turun sebanyak 26 persen dari 4,5 juta ton per Januari hingga September 2013, menjadi 3,3 juta ton pada periode yang sama tahun ini.


Turunnya kinerja ekspor ke India, disebabkan berbagai hal, seperti pemerintah India yang menaikkan tarif bea masuk impor minyak sawit, lemahnya nilai tukar mata uang rupee terhadap dolar AS dan inflasi India yang tinggi.


Senada dengan yang terjadi Tiongkok, di mana volume ekspor minyak sawit September 2014 hanya mampu mencapai 56,26 ribu ton, atau turun 31 persen dibandingkan dengan bulan lalu, yakini 81 ribu ton.


Secara
year on year
, kinerja ekspor ke Tiongkok juga tercatat turun 10 persen dari 1,77 juta ton periode Januari hingga September 2013 menjadi 1,60 juta ton periode yang sama 2014.


Lesunya permintaan dari negeri Tirai Bambu ini, karena hal yang sama, seperti India, antara lain, kesulitan pinjaman bank dan, Tiongkok juga mengeluarkan regulasi baru mengenai standar residu pestisida, termasuk untuk minyak makan.


Baca juga:










(asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya