Ironis, Indonesia Terpaksa Hentikan Ekspor Biofuel ke Eropa

Pekerja perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara
Sumber :
  • REUTERS/Y.T Haryono/Files

VIVAnews - Pertumbuhan ekspor biofuel (bahan bakar nabati) Indonesia di kawasan Eropa mengalami penurunan signifikan. Hal ini disebabkan adanya serangan kampanye negatif terhadap industri sawit Indonesia.

Kondisi demikian patut disayangkan karena Indonesia selama ini sudah membayar sebesar 180 juta euro. Artinya, produsen sawit Indonesia, termasuk petani kecil apabila menjual biofuel di Eropa harus membayar pajak anti dumping.

Duta Besar Indonesia untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa, Arif Havas Oegroseno menyampaikan kepada VIVAnews, Kamis, 27 November 2014, hal tersebut sangat ironis karena semua petani sawit Indonesia yang juga banyak petani kecil itu, memfasilitasi pembayaran tarif yang tinggi untuk kepentingan industri raksasa biodiesel di Eropa.

Untuk mengatasinya, Havas menerangkan, langkah yang sudah dilakukan adalah membawa kasus ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) hingga pengadilan.

Pengadilan yang dimaksud lanjutnya, ada dua, yakni pengadilan di tingkat negara masing-masing dan pengadilan di Uni Eropa.

Proses pengadilan

"Kalau proses pengadilan sama WTO tidak bisa ditargetkan kapan selesai, yang penting sudah ada upaya untuk kita tetap fight," ujarnya di tengah gelaran 10th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2015 Price Outlook di Bandung.

Sementara itu, terkait dengan adanya kasus yang masih berkepanjangan ini, mendorong para pengusaha tidak berkeinginan melakukan ekspor biofuel ke Eropa.

"Karena tarifnya begitu tinggi, sehingga mereka (pengusaha) mencari pasar lain di luar Eropa yang jauh lebih menarik. Benar-benar ironis, karena terjadi di saat ekspor biofuel Indonesia secara keseluruhan sedang meningkat, tapi tidak di Eropa," ujarnya.

Apa boleh buat, karena berbagai masalah itu, dia menyebutkan bahwa Indonesia tidak lagi menjual ke Eropa, melainkan ke negara-negara yang lain.

"Mau tidak mau, ekspor  ke Eropa harus ditinggalkan karena memang tarifnya sangat tinggi, tidak visible. Jadi, selama pengenaan tarif belum dicabut oleh pengadilan WTO maka kita juga tidak akan menjual dulu ke Eropa," ucap Havas.

Kebijakan anti dumping

Sebelumnya, Havas mengatakan, persoalan yang ada sesungguhnya lebih kepada persaingan dagang, sehingga Eropa meminta Indonesia untuk dihukum kebijakan anti dumping terhadap produk minyak nabati yang juga diproduksi oleh petani kecilnya.

“Total lahan sawit kita 10,5 juta hektare. Sedangkan, Eropa 11 juta hektaree, namun di Eropa ditanami sunflower dan bahan minyak nabati lainnya, yang tidak bisa hidup setiap musim. Hal ini berbeda dengan kelapa sawit yang lebih baik menghadapi berbagai musim dan lebih murah,” kata dia.

Baca juga:

KPK Buka-bukaan Nilai Fantastis Proyek Fiktif Korupsi PT Taspen

5 Kali Narkoba! Polisi Pastikan Rio Reifan Tak Direhab, Terancam 12 Tahun Penjara
Proses Safari Wukuf Jemaah Haji Indonesia di Arafah.

Siap Berangkat, 195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Tahun ini, kuota haji Indonesia berjumlah 221.000 jemaah. Selain itu, Indonesia juga mendapat tambahan kuota sebanyak 20.000 jemaah.

img_title
VIVA.co.id
3 Mei 2024