Menkeu Ungkap Biang Kerok Krisis Keuangan di Indonesia

Tumpukan uang rupiah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVAnews
Ria Ricis Ngonten Pakai Siger Sunda, Netizen: Kode Pengen Jadi Manten Lagi
- Kinerja rupiah belakangan ini terus terseok. Setelah rupiah tembus Rp10 ribu per dolar beberapa tahun lalu, laju rupiah enggan kembali ke level psikologis nilai tukar pada dekade 1990-an awal.

5 Tips untuk Mengontrol Emosi secara Efektif, Menghadapi Emosi dengan Tenang

Pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah bertengger di tataran Rp12.336 per US$. Hingga berita ini ditulis (09.54 WIB, Kamis, 11 Desember 2014) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Bank Indonesia belum mengeluarkan kursnya.
Pertanyakan Ghea Indrawari yang Belum Menikah, Anang Hermansyah Dihujat Netizen


Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pun mempertanyakan lambannya proses recovery rupiah tersebut. Dibanding bath (Thailand) dan won (Korea Selatan), mata uang rupiah belum juga menemukan kinerja terbaiknya.


Menurut Bambang, saat empasan krisis keuangan melanda Asia pada tahun 1997/1998 lalu, rupiah, won, dan bath sempat terjerembab.


"Tiga mata uang itu habis diterjang krisis tahun 1998. Kenapa ekonomi Indonesia, termasuk mata uangnya, proses
recovery
-nya paling lambat dibanding Thailand dan Korea," ujarnya, di Hotel La Meridien, Jakarta tadi malam.


Menurut analisa Bambang, ketakberdayaan pemerintah Indonesia menjaga kestabilan sektor keuangan jadi penyebab utama.


"Kalau coba dicari kesimpulannya dari apa yang terjadi, yang menjadi biang kerok dari krisis finansial di Indonesia adalah, ketidakmampuan kita menjaga kestabilan sektor keuangan," kata dia.


Selain itu, lanjutnya, waktu itu kepercayaan di sektor keuangan juga belum muncul meskipun di era 1990-an, sektor ekonomi Indonesia sedang
booming
.


Pelemahan sektor keuangan tersebut, kata Bambang, dipengaruhi tak stabilnya sektor makro.


"Sebenarnya, krisis keuangan Asia adalah pemicu dari terbukanya sektor keuangan terhadap potensi krisis multi dimensi. Dalam artian, penyebab dari krisis sektor keuangan itu sendiri, kalau dilihat dari perbankan, di kemudian hari akan sangat lebih bervariasi," ujarnya.


Akibatnya, lanjut dia, mau tak mau, suka atau tidak suka, selain stabilitas makro, ujung-ujungnya yang harus dijaga adalah stabilitas pada sektor keuangan itu sendiri.


"Periode kejayaan ekonomi Indonesia secara keseluruhan, terjadi tahun 1990-an sampai kira-kira 1997-an, sesudah itu, sampai hari ini, kita belum pernah mengalami pencapaian ekonomi setinggi itu," ujarnya.


Nah, ini merupakan tanggung jawab dari pelaku sektor keuangan. Sebab, kata Bambang, di dalam diri pelaku keuangan telah tertanam tanggung jawab untuk ikut dalam menjaga sektor keuangan negara. (ms)


Baca juga:








Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya