Selamatkan Rupiah, Pengamat: UU Devisa Harus Direvisi

Ilustrasi rupiah
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews
Perbasi Apresiasi Sukses Pelita Jaya Tembus Babak Utama BCL Asia
- Melemahnya nilai mata uang rupiah dapat berdampak besar dan dapat mengganggu stabilitas perekonomian negara. Perlu ada pembenahan untuk menopang rupiah.

Top Trending: Hal yang Terjadi Jika Indonesia Tak Dijajah hingga Tawuran Brutal Antar Pelajar

Pengamat pasar uang, Farial Anwar meminta agar pemerintah segera merevisi undang-undang lalu lintas devisa. Sebab, perundang-undangan itu memungkinkan transaksi asing dapat keluar-masuk kapan saja di Indonesia. Arus dana asing perlu dikendalikan.
3 Tips Sukses bagi Generasi Muda, Panduan Lengkap untuk Meraih Profit Stabil


"Ini kita sudah biasa, mereka bisa masuk ke mana saja. Bisa masuk ke saham, surat utang, tanpa ada pengendalian harus bertahan berapa lama, yang dikenal dengan holding periode . Ini kita tidak ada," ujarnya, di kawasan Menteng Jakarta, Sabtu, 20 Desember 2014.


Menurutnya, hal ini yang membuat kita terlena tanpa menyadari akibat jika asing menarik dananya dari pasar Indonesia. "Kita senang kelihatannya, tapi ketika mereka keluar, kita yang babak belur menanggung gejolaknya. Masa kita biarkan nilai mata uang kita dibuat gonjang-ganjing karena permainan mata uang asing seperti itu," kata dia.


Selain itu, Fahrial menambahkan, para eksportir Indonesia wajib memasukkan devisanya ke negara.


"Memang sudah ada PBI (Peraturan Bank Indonesia) yang mengatur bahwa mereka harus melapor devisa ke BI, tapi tidak ada
holding periode
-nya. Jadi ketika mereka sudah melapor, mereka bisa transfer lagi keluar tanpa ada aturannya," tuturnya.


Jika hal tersebut terus dibiarkan, kata Farial, akan terus terjadi seperti ini di masa yang akan datang. "Ini masalah mendasar, yang jika tidak berani kita lakukan perbaikannya, dampaknya akan begini terus. Kita lihat 2008, 2013 akan berlanjut seperti ini," ujarnya.


Kurangi dolar


Farial juga mengaku khawatir pada masyarakat Indonesia yang gemar menggunakan mata uang dolar untuk bertransaksi.


"Ini sangat menghkawatirkan. Karena tidak ada kaitannya dengan transaksi luar negeri
kok
dibiarkan menggunakan dolar. Ini masalah kecil, tapi sentimennya yang membuat masyarakat merasa 'saya lebih memilih dolar daripada rupiah'. Belum lagi di perusahaan besar," ujarnya.


Menurutnya, hal ini mengakibatkan permintaan mata uang dolar terus meningkat tajam di tengah pasokannya yang terbatas. Hal tersebut tidak boleh dibiarkan, sebab akan berpengaruh pada nilai mata uang tanah air.


"Seperti transaksi di pelabuhan, di migas, listrik, sewa apartemen, mall. Bahkan di daerah-daerah wisata di Bali dan Batam," tutur dia.


Padahal, Farial mengungkapkan, kewajiban penggunaan mata uang rupiah di seluruh wilayah Indonesia sudah ada dalam peraturan undang-undang. Namun, dia menyayangkan UU tersebut tidak dilaksanakan karena bentrok dengan UU rezim devisa bebas yang membuat transaksi asing bisa masuk dan keluar tanpa pengendalian.


"Undang-undangnya sudah ada, UU Nomor 2 tahun 2014 yaitu kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI, ini
ga
jalan," tuturnya.


Baca juga:







Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya