Dampak Abenomics Terhadap Pemulihan Ekonomi Jepang

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe
Sumber :
  • REUTERS/Soe Zeya Tun
VIVAnews
Airlangga Dapat Dukungan Satkar Ulama jadi Ketum Golkar Lagi, Didoakan Menang Aklamasi
- Sudah dua tahun sejak Perdana Menteri Shinzo Abe berkuasa menjanjikan pemulihan ekonomi Jepang melalui tiga strateginya yang dijuluki "Abenomics". Tapi, seberapa jauh yang telah diraih Abe dengan eksperimen kebijakan yang berani dalam  menyajikan pelonggaran moneter yang agresif, stimulus fiskal dan reformasi struktural itu?
Sengketa Pilpres Dinilai Jadi Pembelajaran, Saatnya Prabowo-Gibran Ayomi Semua Masyarakat

Ekonom Goldman Sachs di Jepang, Naohiko Baba, menyatakan bahwa kemajuan telah diraih pada tiga bidang, yaitu: monetisasi utang pemerintah oleh bank sentral (Bank of Japan) secara efektif, reaksi positif pasar keuangan, dan penyegaran pasar tenaga kerja.
Mengganas di Piala Asia, Timnas Indonesia U-23 Jadi Perbincangan di Qatar


Pada April 2013, BOJ meluncurkan program pelonggaran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Langkah bank sentral ini adalah membeli sebagian besar obligasi yang baru diterbitkan pemerintah Jepang demi memungkinkan pemerintah memacu permintaan melalui stimulus fiskal.


Pelonggaran bank sentral ini telah menjadi katalis utama bagi pasar keuangan. Indeks Nikkei 225 naik lebih dari 40 persen sejak April tahun lalu, sementara nilai tukar yen telah melemah lebih dari 25 persen terhadap dolar AS selama periode tersebut.


"Strategi ini telah menghasilkan efek lebih dari yang diinginkan dalam hal ini," ujar Baba seperti dikutip
CNBC,
Selasa 23 Desember 2014. Ia mengacu pada reaksi pasar keuangan terhadap stimulus moneter BOJ.


Ia memperkirakan manfaat terbesar Abenomics telah dirasakan para pekerja. Terutama dilihat dari rasio pelamar terhadap lowongan yang telah meningkat menjadi sekitar 1,1 persen atau capaian yang lebih tinggi dari periode menjelang puncak krisis keuangan global pada 2006-2007.


Namun, ia mencatat bahwa sementara angka ketenagakerjaan menguat, hal yang sama tidak tidak terjadi pada tingkat pendapatan.


Nilai upah riil telah menyusut, terpukul laju inflasi yang meningkat hingga 8 persen dari 5 persen, yang dipicu oleh  kenaikan pajak penjualan di bulan April.


Sementara gaji pokok, tidak termasuk bonus dan lembur, pada September naik 0,5 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau naik 0,2 persen bila dibandingkan bulan sebelumnya. Setelah memperhitungkan inflasi, nilai upah turun 2,9 persen dalam setahun.


Menurut Baba, kenaikan upah dan kemajuan dalam ekspor memegang peranan penting untuk membuka kesuksesan Abenomics. Ia mengharapkan ada perkembangan positif pada kedua bidang tersebut di tahun depan.


"Dua tahun terakhir ini menunjukkan bahwa pelemahan yen dan reli pasar saham saja tidaklah cukup untuk memacu kegiatan ekonomi perusahaan dan rumah tangga secara berkelanjutan," kata Baba.


Ia menengarai, ekspor Jepang akan meningkat secara bertahap seiring pemulihan ekonomi AS. Apalagi faktor permintaan luar negeri memberikan dampak jauh yang lebih besar terhadap ekspor daripada kurs mata uang asing.


Sementara itu, pendapatan riil diprediksi mengalami peningkatan tahun depan sebagai dampak inflasi dari kenaikan pajak konsumsi dapat ditekan.


"Pemerintahan Abe juga telah memberikan sinyalemen akan melakukan intervensi kuat dalam negosiasi upah musim semi lagi tahun depan, tunaikan janji kemenangannya pada pemilu Desember," kata Baba.


Tapi, ia menambahkan, produktivitas perlu terus ditingkatkan agar bisa menaikkan upah. Pemerintah Jepang perlu memberikan arahan yang jelas mengenai strategi pertumbuhan, termasuk langkah-langkah untuk mengatasi tantangan Jepang ke depan.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya