Pelaksanaan Distribusi Elpiji 3 Kilogram Nyaris Mandul

Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVAnews - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebaiknya merevisi atau menerbitkan kembali Peraturan Menteri ESDM terkait distribusi dan penggunaan elpiji bersubsidi tabung 3 kilogram (kg). Termasuk mengenai besaran harga eceran tertinggi yang harusnya berlaku sama di seluruh pelosok Indonesia.

Menurut pengamat kebijakan energi, Sofyano Zakaria, pelaksanaan distribusi tertutup terhadap elpiji 3 kg sebagaimana diatur dengan Peraturan Bersama Mendagri No. 17 Tahun  2011 dan Menteri ESDM No. 5 Tahun 2011, dianggap hanya merupakan gagasan dan pemikiran yang bagus di atas kertas saja. Namun, nyaris "mandul" untuk dilaksanakan.

Sofyano menjelaskan bahwa distribusi tertutup hanya bisa dilaksanakan apabila penyalur elpiji 3 kg terbilang sedikit jumlahnya, seperti pada penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh SPBU yang jumlahnya hanya sekitar 5.300. Itu pun, ternyata pemerintah tidak pernah berhasil menghapus penyelewengan BBM bersubsidi.

Selain itu, kata dia, bagaimana pemerintah akan mampu melaksanakan, mengatur, dan mengawasi distribusi tertutup dengan jumlah agen yang lebih dari 7.000. Dan dengan jumlah pangkalan elpiji  sekitar 150.000, ditambah lagi dengan sekitar 750.000 pengecer yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Saya sangat yakin program distribusi tertutup yang ditetapkan pemerintah  sangat mustahil bisa terwujud," ujar dia kepada VIVAnews, Senin 12 Januari 2015.

Bahkan, dia melanjutkan, untuk melaksanakan amanat peraturan bersama menteri dalam negeri dan menteri ESDM tersebut, ternyata pemerintah daerah sebagai pihak yang ditugaskan melakukan pengawasan penyaluran elpiji dan  pembinaan terhadap agen serta pangkalan elpiji nyaris terbukti tidak mampu melaksanakan hal tersebut.

"Mengatasi kemungkinan membengkaknya kuota elpiji 3 kg, sebaiknya pemerintah dan DPR mengkaji ulang besaran subsidi elpiji 3 kg yang sejak tahun 2007 tidak pernah dikoreksi," ujar pria yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), itu.

Dalam hal ini, dia menyampaikan, peningkatan konsumsi elpiji 3 kg sangat mungkin terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk atau pertambahan jumlah kepala keluarga baru. Dan juga peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat.

Oleh karena itu, Sofyano menekankan, sistem alokasi anggaran subsidi untuk elpiji 3 kg sebaiknya tidak ditetapkan dengan sistem kuota, tetapi dalam bentuk total nominal besaran subsidi per tahunnya.

Warga Palembang Kesulitan Cari Elpiji 3 Kilogram

"Penetapan kuota selalu menimbulkan masalah ketika kuota terlampaui sebelum tutup tahun dan ini sangat berisiko timbulnya gejolak atas suplai ketika belum adanya kesepakatan penambahan kuota," jelasnya.

Pemerintah dan DPR, menurut dia, harus memahami bahwa logikanya yang namanya subsidi merupakan bantuan dan seharusnya bantuan tidak lebih besar dari nilai yang dibantu atau yang disubsidi. Karenanya, pemerintah dan DPR RI harus berkomitmen dan sepakat bahwa harusnya subsidi tidak lebih besar dari harga beli masyarakat atas produk elpiji yang disubsidi.

"Jika bermaksud menekan besaran subsidi elpiji 3 kg, pemerintah harusnya menetapkan kebijakan yang sama dengan subsidi BBM solar dan minyak tanah, yakni dengan subsidi tetap (fixed subsidi). Akan tetapi, pemerintah harus sejak dini sudah menyosialisasikan rencana ini agar dapat diterima oleh masyarakat," tambahnya.

Sebagai informasi, sejak dilakukannya konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg pada 2007 hingga 2014, pemerintah sudah berhasil menghemat subsidi sebesar kurang lebih Rp164,7 triliun. Biaya konversi menggunakan anggaran sebesar Rp13,2 triliun, sehingga penghematan bersih bagi pemerintah sekitar Rp151,4 triliun, sedangkan besaran subsidi untuk elpiji 3 kg per tahun sekitar Rp40-50 triliun. (art)

Baca juga:

Empat Skema Subsidi Langsung Elpiji Melon Diuji Coba
Ketersediaan elpiji di daerah

Terganjal Pilkada, Subsidi Langsung Gas Elpiji Ditunda

Rencananya baru akan diwujudkan tahun depan.

img_title
VIVA.co.id
23 Desember 2015