Soal Harga Minyak, Pangeran Arab: Tak Ada Lagi Level US$100

Pangeran Arab Saudi, Alwaleed Bin Talal
Sumber :
  • REUTERS / Fahad Shadeed
VIVAnews
2024, Blok Masela Siap Produksi?
- Seorang pangeran Arab Saudi yang terkenal berpengaruh terhadap minyak dunia, mengatakan ambang batas harga US$100 per barel tidak akan pernah menjadi puncak lagi.

Bawa Minyak Ilegal, Prajurit TNI Kodam Sriwijaya Dibekuk

"Jika pasokan tetap di tempat itu (tinggi), dan permintaan masih lemah, Anda lebih percaya (harga minyak) akan turun lagi," kata Pangeran Alwaleed bin Talal, triliuner asal Arab Saudi, dalam sebuah wawancara dengan Maria Bartiromo dari
Pemerintah Berencana Bangun Kilang Minyak Mini
Fox Business News dan diterbitkan oleh USA Today .


Mengutip laman
MarketWatch
, Selasa, 13 Januari 2013, Alwaleed mengatakan kalau pasokan dikurangi, dan ada beberapa pertumbuhan permintaan, harga minyak bisa naik.


"Tapi saya yakin kita tidak akan pernah lagi melihat (harga) US$100 (per barel)," katanya.


Bahkan, menurut Alwaleed, harga minyak di level US$100 per barel hanyalah artifisial alias rekayasa. "Saya mengatakan tahun lalu, harga minyak di atas US$100 hanyalah buatan," kata Alwaleed.


Minyak telah jatuh lebih dari 56 persen dari harga tertinggi pada Juni 2014 sekitar US$107 per barel. Pada panel Nymex semalam, minyak mentah berjangka Amerika Serikat (West Texas Intermediate/WTI), anjlok 0,76 persen menjadi di bawah US$47 per barel. Dan, menjadi harga terendah untuk pertama kalinya dalam hampir enam tahun terakhir.


Minyak mentah jenis Brent terakhir turun sekitar US$3 jadi US$47,24 per barel, setelah jatuh serendah US$47,18, terendah sejak 18 Maret 2009.


Kombinasi lemahnya pertumbuhan permintaan dan membanjirnya pasokan terus menekan harga minyak mentah. Sedangkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (
Organization of Petroleum Exporting Countries
/OPEC), telah menolak untuk memotong produksi.


Dalam wawancara itu, Alwaleed mengatakan langkah pemerintah Saudi dan produsen minyak lainnya tidak mengurangi produksi, merupakan strategi cerdas yang bertujuan untuk melestarikan pangsa pasar.


"Tidak mengurangi produksi adalah keputusan bijaksana, pintar dan cerdas," katanya.


Sebab, kata dia, kalau pun Arab Saudi memangkas produksi, negara lain bakal mengambil alih pasar minyak negara kerajaan tersebut.


"Misalnya, Arab mengurangi 1 atau 2 juta barel, yang 1 atau 2 juta barel itu akan diproduksi oleh orang lain. Yang berarti Arab Saudi akan memiliki dua kerugian: produksi minyak berkurang dan harga yang lebih rendah," katanya.


Baca juga:



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya