Stimulus Moneter Eropa Dianggap Memperparah Ketidaksetaraan

Bendera Uni Eropa
Sumber :
  • REUTERS/Katarina Stoltz/File
VIVA.co.id
Investor Mulai Percaya, Bursa Saham Asia Dibuka Naik
- Salah satu miliarder dunia di sektor investasi, George Soros, memperingatkan bahwa kebijakan stimulus moneter agresif yang dilakukan oleh Bank Sentral Eropa bisa memperkuat ketidaksetaraan ekonomi di Uni Eropa.

Akhir Pekan, Rupiah Berpotensi Terus Menguat

Seperti diketahui, Bank Sentral Eropa berkomitmen akan menyuntikkan dana setidaknya 1,1 triliun euro ke dalam ekonomi zona euro yang sedang sakit.
IHSG Berpotensi Rebound, Lirik Beberapa Saham Ini


Presiden Bank Sentral Eropa, Mario Draghi mengumumkan bahwa bank sentral akan melakukan pembelian obligasi bulanan sebanyak US$70 miliar yang dimulai pada Maret tahun ini dan berakhir pada September tahun depan.


Dikutip dari laman
BBC
, Jumat 23 Januari 2015, menurut Soros, langkah tersebut juga bisa menimbulkan dampak politik yang serius. Tetapi, dia juga berharap, kebijakan stimulus moneter Bank Sentral Eropa bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Uni Eropa.


Berbicara di sebuah jamuan makan malam di Forum Ekonomi Dunia di Davos, miliarder berusia 84 tahun itu menyerukan keprihatinannya pada ketergantungan yang berlebihan dari kebijakan moneter pemerintah.


Dia mengungkapkan, kebijakan moneter tersebut akan memperkaya beberapa pihak pemodal, misalnya pemilik perusahaan properti dan sama sekali tidak akan meringankan upah yang rendah.


Menurutnya, pemilik modal tentu akan menyukai kebijakan pelonggaran kuantitatif tersebut. Besarannya pun telah melebihi ekspektasi pasar sebelumnya.


Namun, untuk kedua kalinya dia memperingatkan bahwa kebijakan itu bisa meningkatkan ketidaksetaraan antara orang kaya dan miskin.


Saat ditanya bahwa pelonggaran kuantitatif pada dasarnya akan memompa lebih banyak uang ke zona euro, Soros mengatakan, jika ada pertumbuhan ekonomi tanpa adanya stimulus moneter, itu akan membuat negara-negara seperti Perancis untuk mengubah sistem keuangan mereka.


Selain itu, dia menjelaskan, ada cara lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan ekonomi di zona euro.


"Ada satu sumber yang belum dimanfaatkan, yakni kredit tiple-A, dan ini adalah milik Uni Eropa sendiri, yang memiliki praktis tidak ada utang," ungkapnya.


Dia juga mendesak Uni Eropa lebih banyak menggunakan anggaran untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, seperti pipa energi, jaringan listrik, dan jalan. (ren)


Baca juga:



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya