Kiat Perajin Lilin di Tengah Naiknya Nilai Dolar

Lilin imlek buatan perajin Sucaru, Malang
Sumber :
  • VIVAnews/Dyah Pitaloka

VIVA.co.id - Perajin lilin di Desa Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, mulai mendapat pesanan lilin khusus untuk perayaan Imlek.

Sayangnya, lilin imlek tahun ini dibuat dengan bahan baku parafin yang lebih mahal, mengikuti nilai tukar rupiah yang terus turun akibat dolar Amerika yang terus menguat. Parafin impor dari Taiwan harganya terus naik sejak November 2014.

Harga parafin di awal tahun sebesar Rp18 ribu per kilogram bertahap naik menjadi Rp22 ribu per kg sejak November lalu. Harga naik lagi di awal Januari sebesar Rp23 ribu per kg.

"Ini trennya naik terus, agak susah kalau mengubah harga melihat naik turunnya rupiah. Jadi per 1 Januari harga lilin naik rata-rata 30 persen,” kata Emi Subakir, perajin lilin di industri rumah tangga lilin Sumber Cahaya Baru (Sucaru), Desa Kendalpayak tersebut, kepada VIVA.co.id, Sabtu 24 Januari 2015.

Lilin yang selalu dijual sepasang pun harganya dilepas antara Rp35 ribu sampai Rp45 ribu per pasang. Lilin termahal adalah lilin berdiameter 10 cm dan memiliki panjang sekitar 30 cm.

Perajin ini membuat dua jenis lilin yaitu lilin spiral dan lilin angka atau huruf dijual dalam bentuk lusinan sesuai permintaan pembeli.

Lazada Beri Jalur Globalkan Produk UKM Lokal

“Harga itu sudah survei pasar dan hitung-hitungan kami. Jika dolar naik lagi kami tetap bisa bertahan dengan harga itu, yang penting tidak merugi besar," jelas wanita yang sejak 20 tahun terakhir terjun di usaha lilin dengan orangtuanya, Subakir.


Lilin imlek buatan perajin Sucaru, Malang

Bersaing di MEA, Koperasi Jadi Solusi Pengusaha Kecil


Ia menambahkan, jika pada bulan normal Sucaru membutuhkan parafin sekitar 50 kilogram hingga 150 kilogram per minggu, maka pada saat imlek kebutuhan parafin melonjak hingga 250 kilogram setiap minggu.

Rejeki Lembur

Selain parafin, Sucaru tak terlalu terimbas harga elpiji. Pasalnya, meskipun lilin dimasak menggunakan api dan kompor, namun kompor utama masih menggunakan kompor tradisional bertenaga kayu bakar dan semak-semak kering yang bisa didapat di sekitar kediamannya.

Penggunaan elpiji hanya untuk memanaskan cairan lilin yang beku lantaran menunggu proses cetak atau hias untuk lilin spiral dan lilin hias lainnya.

Dengan jumlah pekerja sebanyak 13 orang, terdiri dari 10 pekerja wanita dan tiga laki-laki, Sucaru sering kali kewalahan mengerjakan order menjelang imlek. Pekerja wanita sering kali lembur untuk menyelesaikan pesanan tepat waktu.

Soal UKM, Indonesia Perlu Belajar dari Korea

Lilin imlek buatan perajin Sucaru, Malang


Pekerja wanita bertugas untuk menghias lilin dan membungkus lilin hingga tersimpan rapi dalam kotak untuk dikirim ke Surabaya, Bali dan Lombok.

Sedangkan pekerja pria bertugas mengolah bahan baku lilin dari bentuk awal hingga siap dicetak menggunakan mesin cetak khusus ataupun cetak manual. Peningkatan pesanan membuat perajin lilin ketiban rejeki di awal tahun.

“Kalau sudah imlek siap lembur, berangkat jam 7 pagi sampai jam 5 sore. Kemudian kembali jam 7 malam sampai jam 10 malam,” kata Soleh, perajin lilin yang sudah bekerja di Sucaru sejak enam tahun terakhir. (one)

Baca juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya