Persaingan Maskapai Timur Tengah-AS Dikaitkan Terorisme 9/11

Kabin First Class di pesawat
Sumber :
  • REUTERS

VIVA.co.id - Persaingan maskapai asal Timur Tengah, dengan maskapai penerbangan Amerika Serikat makin sengit. Pejabat tinggi maskapai penerbangan terbesar di Dubai, Emirates Airlines menyebut untuk menyaingi penerbangannya, perusahaan lain harus meningkatkan pelayanan (services).

Maskapai Ini Sediakan Fasilitas Mainan untuk Anak

Pernyataan itu menyusul panasnya persaingan antarmaskapai, setelah AS membuka langitnya (open skies agreement) untuk maskapai Uni Emirat Arab (UEA).

Tiga maskapai besar AS seperti American, United, dan Delta meminta pemerintahannya meninjau ulang kebijakan pembukaan langit untuk pesawat dari Negeri Teluk.

Citilink Nilai Survei Airlinesratings.com Tendensius

Maskapai AS menuding Emirates menerima subsidi yang tidak sehat dari negara asalnya, senilai US$40 miliar untuk ekspansi. Persaingan maskapai asal Timur Tengah dengan maskapai AS dinilai tidak sehat.

Richard Anderson, petinggi Delta Airlines mengungkapkan negara-negara teluk pernah ambil bagian atas kebangkrutan maskapai AS di awal 2000-an. Sebab, kata dia, tragedi 11 September, atau dikenal 9/11 merupakan ulah orang-orang dari semenanjung Arab.

"Ini adalah ironi besar. Mengingat fakta bahwa industri kami benar-benar terkejut dengan terorisme 9/11, yang berasal dari teroris Semenanjung Arab. Itu menyebabkan, kita melakukan restrukturisasi besar-besaran," katanya dalam sebuah wawancara di televisi CNN baru-baru ini.

Sejumlah penerbangan global dipaksa untuk melakukan program restrukturisasi pada tahun 2000-an. Kondisi ini belum pernah terjadi sebelumnya. Restrukturisasi, termasuk 'pengistirahatan' ribuan staf. Pesanan tiket pesawat seketika anjlok, setelah serangan di New York tahun 2001 itu.

Laman Arabian Business menulis, dua dari 19 pembajak pesawat pada tragedi 9/11 itu berasal dari UEA. Sementara itu, 15 orang lainnya berasal dari Arab Saudi, Mesir, dan Lebanon.

Untuk itu, keputusan pemerintah AS memberikan kesempatan bagi penerbangan UEA sangatlah disayangkan. Apalagi, tiga raksasa maskapai Negeri Teluk itu memiliki modal yang kuat. Yang dalam bahasa Anderson, mendapat subsidi pemerintah. Persaingan maskapai dianggap kurang menarik.

"Emirates, Qatar dan Etihad Airways bukanlah perusahaan penerbangan. Mereka adalah negara," ujar Anderson, sambil mengulang tudingan Emirates dapat 'subsidi' Dubai US$40 miliar.

Namun, CEO Emirates, Tim Clark mengatakan tak menerima bantuan finansial apa pun dari pemerintah. Kecuali, dana US$10 juta dan US$88 juta untuk pembelian Boeing 727 dan pembangunan gedung pelatihan, yang diberikan pada 1985 silam.

"Pada akhirnya, semua tentang pelayanan. Orang tak akan keberatan untuk membayar lebih, bila service-nya bagus," ujar Ahmed Bin Saeed Al Maktoum, Chairman Emirates Airlines, dikutip Arabian Business.

Saat ini, Emirates memiliki sembilan penerbangan langsung ke kota-kota di AS dan menghubungkan penumpang ke 60 destinasi. Persaingan maskapai di AS bakal makin seru atas masuknya penerbangan yang terkenal dengan keunggulan pelayanannya itu. (asp)

Penumpang Penerbangan Domestik Naik 8,82% Selama Lebaran



Baca juga:

Ilustrasi industri dirgantara

Kemenperin Dukung Ekspansi Industri Perawatan Pesawat

Selama ini, 60% perawatan maskapai RI dilakukan di luar negeri.

img_title
VIVA.co.id
18 Februari 2016