BI Upayakan Pendalaman Pasar Valas Domestik

Ilustrasi uang rupiah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id -
Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global
Bank Indonesia terus berupaya melakukan pendalaman terhadap pasar valuta asing (valas) domestik yang likuiditasnya masih rendah.

Sikap Pasar Modal dan Rupiah Soal Aksi Damai 4 November

Salah satu upaya yang dilakukan adalah menerapkan kebijakan
Dolar Masih Lemah, Rupiah Melaju di Jalur Hijau
letter of credit bagi perusahaan yang akan mengimpor/mengekspor komoditas sawit mentah (CPO), CPKO ( crude palm kernel oil , kandungan asam lemak di atas 46 persen), mineral, batu bara, minyak, dan gas bumi.

"Dengan kebijakan tersebut, diharapkan ekspor dan impor yang dilakukan perusahaan tercatat dan dibukukan di Bank Indonesia, sehingga mampu meningkatkan devisa hasil ekspor dalam rangka menambah
supply
valas domestik," ungkap Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, usai acara pelatihan wartawan dengan tema Transmisi Kebijakan Moneter di Bandung, Sabtu 28 Februari 2015.


Sebelumnya, BI telah menerapkan kebijakan intervensi berupa swap valas dan term deposit valas.


Swap valas memungkinkan perusahaan yang memiliki kelebihan dolar Amerika Serikat (AS) menukarkan dolar mereka ke rupiah untuk keperluan operasional domestik, kemudian tiga bulan berikutnya bisa kembali ditukar untuk keperluan pembayaran utang berdenominasi dolar AS.


Sementara, term deposit valas memandatkan perusahaan agar menyimpan dolar nya di BI selama periode tertentu.


"Nanti juga akan ada kebijakan baru lainnya terkait pendalaman pasar valas domestik, mengingat ini masih sangat dangkal," ujarnya.


Dia melanjutkan, likuiditas pasar valas domestik lazim terjadi saat pasar valas sepi transaksi, lantaran kurangnya capital inflow dan eksportir tidak mengeluarkan valas.


Saat itu, ungkapnya, transaksi valas menurun di bawah kondisi normal sebesar US$5 miliar per hari.


Menurutnya, negara tetangga memiliki nilai transaksi valas yaang lebih tinggi. Seperti Malaysia sebesar US$11 miliar, Thailand sebesar US$13 miliar dan Singapura yang mencapai US$300 miliar.


"Bisa cuma ratusan juta dolar AS saja, tapi ini cuma bersifat temporer dan terus kami monitor dari waktu ke waktu," ujarnya.


Sementara itu, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Solikin Juhro, melihat pasar valas Indonesia yang dangkal tidak terlepas dari rezim devisa bebas yang dianut.


Dengan demikian, penerapan
holding period,
capital restriction
atau sejenisnya tidak mungkin dilakukan.


"Indonesia paling cuma capital management saja dengan perbanyak FDI (
foreign direct investment
/investasi asing langsung) dan meminimalisir portofolio. Kalau mau menerapkan capital restriction, harus disiapkan dulu infrastrukturnya, harus siap kehilangan investor. Thailand saja
nggak
sanggup,
cuma
sempat menerapkan kebijakan serupa dalam waktu satu hari saja," katanya.


Sebelumnya diketahui bahwa Presiden Joko Widodo memerintahkan kementerian terkait untuk memperbaiki likuiditas valas Indonesia yang masih rendah.


Baca juga:



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya