Kesulitan Pemerintah Pajaki Bisnis Batu Akik

Batu akik.
Sumber :
  • ANTARA/Rony Muharrman
VIVA.co.id
Garut Siap Kirim Ribuan Akik untuk Cenderamata PON Jabar
- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menegaskan, pedagang batu akik dengan omzet mencapai Rp4,8 miliar per tahun berpotensi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen atas bisnis barang dan jasa. 

Kopi Terakhir Pedagang Akik sebelum Lapaknya Digusur
Direktur Peraturan Perpajakan I, Irawan, Kamis, 5 Maret 2015, menyatakan pedagang batu akik yang telah mencapai omzet sebesar itu sebenarnya harus mendaftarkan diri sebagai wajib pajak badan. 

Tren Batu Akik Turun Drastis, Ada Apa?
"Itu kan sebenarnya juga kena PPN," ujar Irawan di Jakarta. 

Ia menilai, gandrung bisnis batu akik yang terjadi saat ini memunculkan potensi pajak baru yang bisa ditarik pemerintah. Oleh karena itu, diperkirakan bulan depan juga sudah ada aturan baru tentang Pajak Penghasilan (PPh) bagi penjual yang memperdagangkan batu akik dengan harga di atas Rp100 juta per batu. 

"Karena itu mobile, makanya yang mau dikenakan di PPh pasal 22. Tapi kalau yang jual orang pribadi itu kan susah," katanya. 

Sulit dikenakan pajak

Meskipun sudah ada dua instrumen pajak yang dikenakan dalam perdagangan batu akik, Irawan tetap meyakini potensi pajak bisnis ini masih besar. Sebab, pajak tidak dikenakan pada perdagangan yang dilakukan secara personal. 

"Masalahnya ada pada bagaimana memajaki batu akik ini, yang  harganya di bawah Rp100 juta itu masih belum dipajaki," kata dia. 

Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan Jasa dan PTLL, Oktria Hendrarji, menyatakan belum ada dasar penilaian harga batu akik yang pantas untuk dikenai pajak. Sebab, belum ada standar harga yang ditetapkan untuk komoditas batu akik. 

Apalagi, bisnis ini cenderung dinilai sebagai fenomena musiman. "Kalau apartemen sudah bisa dilihat, mobil bisa, banyak yang bisa di cross check. Tapi, batu akik ini susah," kata Oktria. 

Data dari para asosiasi terkait transaksi perdagangan batu akik pun belum valid dan tidak bisa digunakan sebagai acuan dasar pengenaan pajak. 

"Dalam arti, kami bicara data, bukan informasi lisan, asosiasi juga mungkin. Tidak berani mendeklarasikan itu," tegasnya. 

Oleh karena itu hingga saat ini belum ada formula yang tepat untuk melakukan penerimaan pajak dari bisnis ini. "Kalau ini, kami terus terang susah. Ini (batu) kan seperti gaya hidup," kata Oktria.

![vivamore="
Baca Juga
:"]


[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya