Genjot Pajak Hunian Mewah, Pengusaha Harus Transparan

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside
VIVA.co.id
Kenapa Indonesia Tidak Bisa Jadi Surga Belanja Dunia?
- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan tidak ada kenaikan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) hunian mewah. Kementeriannya hanya mengubah batasan hunian mewah yang dikenai PPnBM, dari sebelumnya berdasarkan luas dan harga menjadi berdasarkan harga.

Lamborghini Jakarta: Kami Hampir Tidak Jualan

Ditemui di kantornya, Jumat 6 Maret 2015, Bambang menjelaskan, misalnya untuk apartemen, saat ini sudah tidak realistis jika hanya yang memiliki luas di atas 150 meter persegi masuk kategori mewah. Karena, menurut dia, di kota-kota besar yang harga apartemennya selangit sudah sedikit lebih luas.

"Misalnya apartemen luas di ujung dunia? atau apartemen di Thamrin tidak luas, tapi harganya berujung kali lipat. Kami ingin buat ke nilai baru, berapa yang pas mewah atau tidak," ujarnya.

Saat ini, menurutnya, tim tarif sedang mengkaji berapa batasan harga baru tersebut. Yang pasti harus sesuai kondisi lapangan saat ini.

"Yang pasti di atas Rp1 miliar, tapi jangan-jangan di Jakarta Rp1- 2 miliar sudah tidak semewah tahun lalu. Kami ingin ada formula khusus," katanya.

Pajak Barang Mewah Dihapus, Ini Kata Pengelola Mal

Harus transparan

Bambang mengatakan, saat ini kementeriannya kesulitan untuk merumuskan kebijakan pajak yang tepat untuk dikenakan pada hunian mewah. Karena kebijakan yang diterapkan, dinilai tidak maksimal dalam memungut penerimaan negara dari sektor tersebut.

Hal itu menurut Bambang, salah satunya karena minimnya data terbaru yang diberikan pelaku usaha di sektor tersebut.

"Pengusaha properti  kami inginnya menyampaikan data ke kita, karena banyak apartemen peralihan kepemilikan tidak termonitor dengan baik, tidak terlacak, dan pajaknya tidak masuk," ujarnya.

Dia mencontohkan untuk PPnBM misalnya, hanya dikenakan pada pembelian hunian mewah tangan pertama dari pengembang. Padahal ada potensi pajak lain dari penjualan tangan kedua atas penyewaan hunian mewah itu.

"Pajak dijual ke orang lain ada PPh 5 persen dari nilai jual, kalau menyewakan ada PPN," tuturnya.

Sebab itu dia meminta, para pelaku usaha sektor properti untuk lebih transparan dalam menyampaikan datanya ke Kementerian Keuangan. Sehingga intensifikasi pajak yang dilakukan dapat maksimal.

"Intinya banyak pajak yang seharusnya dikumpulkan tidak dikumpulkan karena informasinya tidak ada," ungkap dia. (ren)

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya