BI Terlalu Intervensi Rupiah, RI Bisa Bernasib Seperti Rusia

Proses penghitungan uang rupiah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Pemerintah mengatakan bahwa Bank Indonesia sebaiknya tidak terlalu mengintervensi pelemahan rupiah. Alasannya, jika hal tersebut dilakukan, bisa membahayakan posisi Indonesia. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan bernasib sama dengan Rusia.

Dolar Masih Lemah, Rupiah Melaju di Jalur Hijau

Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro di rumah dinasnya semalam, Selasa 17 Maret 2015.

Menurut Bambang, apabila BI terlalu banyak mengintervensi, sama saja membawa ekonomi Indonesia ke arah seperti Rusia.

Rupiah Masih Tertatih-tatih untuk Kembali Menguat

"Lihat saja Rusia, sudah pakai cadangan devisanya besar-besaran malah drop. Dan, hasilnya malahan mata uangnya makin melemah drastis," katanya.

Dia menjelaskan, ekonomi Rusia saat ini sedang mengalami ujian sangat berat. Sebagai gambaran, untuk cadangan devisa saja sudah merosot sebesar US$80 miliar, di mana mata uang rubel terdepresiasi sampai 60 persen.

"Sudah intervensi habis-habisan, pakai cadangan devisa habis-habisan, mata uangnya terdepresiasi sampai 60 persen. Jadi, ini pelajaran buat kita," tegasnya.



Selain itu, lanjutnya, perkembangan nilai tukar rupiah per 16 Maret 2015, menunjukkan masih ada tekanan dari sentimen global akibat menguatnya dolar AS terhadap semua mata uang di dunia.

Apabila ditinjau dari indikator Real Effective Exchange Rate (REER), lanjut Bambang, pergerakan REER Indonesia masih sejalan dengan arah pergerakan negara-negara emerging market lainnya.

Bambang pun mengungkapkan bahwa laju rupiah relatif terapresiasi terhadap mata uang negara lain di luar dolar AS selama periode 2014. Rupiah hanya terdepresiasi terhadap peso, dolar AS, dan baht.

BI: Ekonomi RI Bakal Tumbuh Lagi di Kuartal Ketiga

"Rupiah mampu mengalami apresiasi jika dibandingkan dengan Jepang, Uni Eropa, Brasil, Meksiko, Afrika Selatan, Turki, Malaysia, Korea Selatan, Tiongkok, dan India," ungkapnya.

Sebagai catatan, periode 31 Desember 2013 sampai 16 Maret 2015, rupiah mengalami apresiasi terhadap Brasil, Uni Eropa, Meksiko, Afrika Selatan, Jepang, dan Malaysia. Sementara itu, Indonesia terdepresiasi terhadap Tiongkok, Korea Selatan, India, Thailand, Filipina, dan Amerika Serikat.

Untuk hari ini, Rabu 18 Maret 2015, berdasarkan pantauan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, rupiah naik sebesar 45 poin, atau 0,34 persen dengan menembus ke level Rp13.164 per dolar AS.

Penguatan ini pun dinilai sebagai imbas dari respons positif para pelaku pasar terhadap kebijakan BI yang memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) pada 7,5 persen. (asp)

Baca Juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya