- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Mirza Adityawara, mengatakan bahwa pelemahan mata uang terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak hanya terjadi pada rupiah. Pelemahan juga terjadi pada mata uang negara lainnya, bahkan jauh lebih dalam dibandingkan Indonesia.
Dia berpendapat, karena kondisi dolar sedang menguat di hampir semua mata uang. Namun, menurut Mirza, pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih wajar, karena belum separah dibandingkan tahun lalu.
Mirza memberikan contoh, seperti pada 2014, mata uang euro 2014 melemah 13 persen terhadap dolar, tetapi tahun ini hanya sebesar 10 persen. Begitupun dengan mata uang Denmark, melemah 13 persen, tetapi tahun ini 10,7 persen.
Kemudian, Swedia tahun lalu 20 persen, tahun ini 9,8 persen. Norwegia tahun lalu 21,5 persen, tahun ini 5 persen. Australia 8,8 persen, tahun ini 4,2 persen. Malaysia tahun lalu 6,8 persen, tahun ini 4,7 persen.
"Menguatnya mata uang dolar ini terjadi paling besar pada mata uang Brasil dan Turki. Bahkan, itu paling parah dari pelemahan mata uang lain, karena Brasil pelemahannya hampir menyamai tahun lalu," ujarnya di Jakarta, Senin 30 Maret 2015.
Menurutnya, Brasil melemah 20 persen tahun lalu, tahun ini sudah 19 persen. Turki tahun ini sudah 11 persen. Sedangkan, rupiah hanya dua persen.
"Pelemahan dolar terhadap hampir semua mata uang. Jadi mata uang orang bule pun melemah, bahkan lebih dalam dari kita," katanya.
Dalam kondisi seperti ini, lanjut Mirza, sebenarnya tidak selamanya membawa dampak negatif. Dia mencontohkan, bagi pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di negara lain, kondisi seperti ini membawa keuntungan, karena akan lebih banyak uang saku yang bisa dibelanjakan.
"Kalau sekarang orang Indonesia dapat tugas belajar ke Eropa, dikasih rupiah, mereka bisa belanja buku lebih banyak. Yang belajar di Australia juga begitu. Ini fakta," ungkapnya.
Meski demikian, ada juga negara yang mata uangnya tidak mengalami pelemahan terhadap dolar, seperti Filipina. Alasannya, karena tahun lalu Filipina hanya melemah 0,7 persen dan tahun ini bisa dikatakan stabil karena 0 persen.
Untuk beberapa negara, malah mengalami penguatan terhadap dolar AS, seperti Taiwan, Thailand dan India.
"India tahun lalu hampir sama dengan kita, yaitu dua persen dan tahun ini bisa apresiasi 0,6 persen, tidak melemah. Thailand tahun lalu 0,3 persen, tahun ini menguat 1,1 persen. Jadi Thailand, India dan Taiwan yang menguat, yang lain pelemahannya dalam sekali," lanjut Mirza. (ren)
![vivamore="Baca Juga :"]