Apakah Indonesia Alami 'Gelembung' Kredit?

Ilustrasi kredit mobil.
Sumber :
  • Istock

VIVA.co.id - Melambatnya pertumbuhan ekonomi dan menurunnya pembelian kendaraan bermotor menimbulkan pertanyaan apakah Indonesia tengah mengalami "gelembung" kredit?

Salah satu tanda, Bank Indonesia berencana memperlonggarkan persyaratan pinjaman bank. Salah satu alasannya adalah untuk mempermudah mendapatkan pinjaman.

Namun, itu tidak berarti akan ada lonjakan pinjaman. Seperti dikutip dari CNBC, Kamis 21 Mei 2015, Analis Nomura, perusahaan finansial Jepang, Euben Paracuelles, mengatakan sudah ada perlambatan pertumbuhan ekonomi sehingga permintaan kredit mungkin tidak akan ada.

"Sudah ada penurunan permintaan untuk mobil dan sepeda motor. Ini bukan karena orang tidak mampu membelinya. Ini karena mereka lebih berhati-hati," katanya.

Ada alasan lain Indonesia tidak akan dapat mendongkrak pinjaman bank karena tidak banyak warga Indonesia memiliki rekening bank.

"Ada banyak bank di Indonesia, tapi mereka hanya melayani sebagian kecil dari populasi," kata Paracuelles.

Berdasarkan Data Bank Dunia, hanya sekitar 36 persen populasi Indonesia berusia di atas 15 tahun yang memiliki rekening bank di 2014. Hanya sekitar 13 persen menyatakan mereka meminjam dana dari institusi keuangan. Data Bank Dunia ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia bukan tipe orang "Bank".  

Sejauh ini pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 hanya 4,7 persen di bawah dari target pemerintah. Pertumbuhan ekonomi tahun ini paling lambat sejak 2009, yakni saat krisis keuangan global terjadi.

Sementara nilai tukar mata uang rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) sudah melemah. Bank Indonesia (BI) telah mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) untuk menghindari potensi lonjakan inflasi.

Bank Indonesia memperdiksikan inflasi pada kuartal kedua dan ketiga 2015 sekitar 7 persen. Indonesia juga memiliki defisit transaksi berjalan dan bisa menghadapi gelombang arus dana keluar begitu Bank Sentral AS menaikkan suku bunga, yang diperkirakan akan dilakukan pada awal September.

Hindari Hal Ini Ketika Beli Rumah Pertama Kali


Oleh karena faktor itu, Bank Indonesia akan mengambil kebijakan melonggarkan aturan rasio pinjaman terhadap aset (loan to value atau LTV) untuk hipotik, dan menurunkan uang muka untuk pinjaman kendaraan bermotor, serta menunjau persyaratan cadangan bank.

Kebijakan BI ini, menurut ekonom Bank OCBC, Wellian Wiranto, akan memacu peningkatan beberapa pinjaman. Namun, sepertinya tidak akan memiliki dampak besar pada pinjaman atau pertumbuhan ekonomi.

"Karena bunga pinjaman masih tinggi. Jumlah yang dibayar masih tinggi," kata Wiranto.

Wiranto juga mengindikasikan tidak akan terjadi "gelembung kredit". Tingkat pinjaman konsumen nasional tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain.

Utang rumah tangga Indonesia sekitar 20 persen dari produk domestik bruto (PDB). Ini lebih rendah dari Korea Selatan dan Malaysia yang  mencapai 80 persen dari PDB.

Lembaga pemeringkatan Standard and Poor (S&P) menyatakan pelemahan kondisi ekonomi menyakiti kulitas kredit perusahaan-perusahaan di Indonesia.

"Konsumen dan perusahaan-perusahaan akan terus menahan pengeluaran dan investasi, sambil menunggu kejelasan lebih lanjut tentang kebijakan pemerintahan baru," kata lembaga tersebut.

S&P juga menjelaskan depresi lanjutan Rupiah yang dimulai awal tahun ini dapat memperburuk ketidakpastian, mempengaruhi kepercayaan konsumen, dan pengeluaran perusahaan-perusahaan.

Ilustrasi investasi rumah yang tepat

Pentingnya Investasi Properti Sejak Muda, Ini Alasannya

Jika dimulai sejak muda, investasi properti bisa sangat menguntungkan.

img_title
VIVA.co.id
12 Agustus 2016