Konglomerat besar New Caledonia Tertarik Garap Nikel RI

Pengusaha besar New Caledonia, André Dang
Sumber :
  • Sekretaris KJRI Noumea

VIVA.co.id - Konglomerat Besar Nikel asal New Caledonia, Andre Dang menyatakan ketertarikannya menggarap industri nikel Indonesia.

Bahas Produksi Lada, Enam Negara Duduk Bareng

CEO perusahaan pertambangan nikel SMSP New Caledonia itu meminta kesediaan dari Konjen RI Noumea, Widyarka Ryananta untuk dapat membantunya bisa bertemu dengan para pemangku kepentingan di bidang industri nikel Indonesia.

“New Caledonia dan Indonesia sama-sama menyimpan cadangan nikel dunia. Sebagai pebisnis nikel New Caledonia, saya tertarik untuk menjajaki peluang kerja sama dengan Indonesia,” katanya kepada Konjen RI, seperti dikutip dari siaran pers Konjen RI Moumea di Jakarta, Kamis 28 Mei 2015. 
Indusri Berbasis Mineral Logam Jadi Prioritas

Tawaran itu datang terkait rencana kunjungannya ke Indonesia bersamaan dengan pelaksanaan Trade Expo Indonesia pada tanggal 21-25 Oktober 2015 nanti.
RI Undang Empat Negara Tetangga Investasi di Pertanian

Konjen Widyarka menyanggupi dan akan memfasilitasi dengan melakukan kontak dengan para pejabat pemerintah, terkait maupun para pelaku bisnis di bidang industri nikel Indonesia.
 
André Dang mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia, yang menerapkan pelarangan ekspor mineral mentah ke luar negeri sejak awal 2014. New Caledonia secara bertahap juga akan menerapkan kebijakan serupa, agar bisa memperoleh nilai tambah dari ekspor nikel. 

Kebijakan pelarangan ekspor nikel mentah pernah diusulkan André Dang kepada Pemerintah New Caledonia sejak 10 tahun yang lalu. Namun, baru di bawah kepemimpinan Presiden Kabinet Philippe Germain, saat ini usulan tersebut diterima dan akan ditindaklanjuti lebih nyata.

Sejak penerapan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah Indonesia, perusahaan ferronickel smelter Jepang, Sumitomo Metal Mining Co. mengalami kesulitan untuk memperoleh pasokan nikel mentah. 

Semula, Sumitomo mengimpor nikel mentah dari Indonesia (51 persen), New Caledonia (40 persen), dan Filipina (sembilan persen). Untuk menutupi kekurangan pasokan nikel mentah dari Indonesia, Sumitomo kemudian mencari alternatif dengan meningkatkan ekspor nikel mentah asal New Caledonia menjadi 79 persen dan sisanya dari Filipina. 



Pria keturunan Vietnam ini memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam bidang nikel. Ayah dan ibunya datang dari Vietnam pada 1930-an dan bekerja sebagai buruh di pertambangan nikel Koniambo, New Caledonia. 60 tahun kemudian, pria berusia 78 tahun ini menjadi CEO dari perusahaan yang mempekerjakan kedua orang tuanya. 

Di bawah kepemimpinannya, perusahaan SMSP juga berinvestasi di bidang pengolahan nikel di Gwangyang, Korea Selatan, bekerja sama dengan POSCO (Pohang Iron and Steel Company). SMSP menguasai 51 persen saham Gwangyang Plant dan 49 persen dimiliki oleh POSCO.

Selain SMSP, André Dang menjabat sebagai Presiden Nickel Mining Company (NMC) dan Managing Director Cotransmine, perusahaan yang bergerak di bidang distribusi hasil tambang.  

André Dang juga menguasai bidang usaha otomotif New Caledonia di bawah Groupe Dang, yang memonopoli lisensi impor untuk mobil Toyota, Mitsubishi, Honda, Yamaha, Hyundai dan beberapa produk lainnya, serta mengembangkan bisnis di Australia, Vietnam, dan Tiongkok.

Toyota Fortuner yang diimpor Groupe Dang dalam bentuk built-in dari Indonesia, masuk ke pasar New Caledonia sejak pertengahan 2014. Jenis Toyota Fortuner yang dijual memenuhi standar Uni-Eropa, dan sesuai dengan kualifikasi yang disyaratkan Pemerintah New Caledonia. 

New Caledonia merupakan wilayah seberang lautan Prancis. Untuk itu, segala sistem pemerintahan, moneter, dan kebijakan lainnya masih ditetapkan oleh Pemerintah Prancis. 

Meskipun demikian, mereka memiliki otonomi sendiri untuk mengatur beberapa hal domestik. Pendapatan terbesar datang dari hasil ekspor nikel, kemudian juga pariwisata. 

Hubungan antara Indonesia dan New Caledonia dimulai dari kedatangan orang Jawa pada 1880, di bawah aturan yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan untuk menjamin ketersediaan tenaga kerja di perkebunan Belanda di Sumatera. 

Prancis, kemudian meminta buruh dari Pulau Jawa untuk pertambangan nikel dan perkebunan di Kaledonia Baru. Sebanyak 170 pekerja dikirimkan ke New Caledonia pertama kali pada tanggal 16 Februari 1896. 

Pengiriman pekerja migran tersebut, kemudian dilanjutkan hingga 1949, dengan total pekerja migran mencapai 19.510 orang. Saat ini, sekitar 1,62 persen penduduk New Caledonia, atau sekitar hampir 7.000 jiwa merupakan etnis Jawa keturunan Indonesia berkewarganegaraan Prancis. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya