Harga Pangan Tinggi, Permintaan Produk Tekstil RI Menurun

Tekstil Karya Benny Adrianto
Sumber :
  • VIVAnews/Marlina Irdayanti
VIVA.co.id
Tepung Kelapa dari Sulut Diminati Warga Rusia
- Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan, terjadi kemerosotan permintaan tekstil dalam negeri hingga 80 persen pada periode Oktober tahun lalu hingga Juni 2015. 

Ekonomi China Terus Melambat
Ketua API, Ade Sudrajat mengatakan, hal ini disebabkan oleh daya beli masyarakat yang semakin tergerus tingginya harga kebutuhan pangan pokok. Akibatnya, daya beli komoditas tekstil yang merupakan produk sandang, terus berkurang

Ini Kunci Peningkatan Daya Saing Produk Tekstil Indonesia
"Kekuatan pembeli saat ini sedang turun, pasar masih kecil karena daya beli masyarakat lebih condong ke sembilan bahan pokok (Sembako)," kata Ade kepada VIVA.co.id di Jakarta, Selasa, 28 Juli 2015.

Selain itu, penurunan daya beli masyarakat terhadap barang tekstil disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Misalnya harga bahan bakar minyak (BBM) yang tidak menentu membuat terjadi fluktuasi harga di pasar. 

"BBM ini sudah 45 tahun jadi patokan kenaikan sembako. Sempat dinaikan, terus turun lagi. Ini harus diubah," ujarnya.

Selain itu menurut Ade, nomenklatur kementerian yang banyak berubah di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut memengaruhi permintaan industri tekstil dalam negeri. Pasalnya, penyerapan anggaran pemerintah saat ini masih belum bisa direalisasikan.

Dia berharap agar pemerintah segera mempercepat realisasi anggaran guna pembangunan infrastruktur. Sebab, insentif ini akan menjadikan daya beli masyarakat kembali meningkat.

"Infrastruktur ini harus dibangun. Supaya logistik mumpuni. Ini bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Banyak pekerja, daya beli pasti akan naik," katanya.

Terkait pasar internasional dia mengatakan, saat ini juga sedang mengalami kelesuan. Krisis ekonomi yang terjadi di beberapa negara konsumen produk tekstil Indonesia, berpengaruh besar terhadap ekspor produk tersebut. 

Pelemahan mata uang negara-negara kawasan juga menggerus daya beli pasar internasional produk tekstil Indonesia. 

"Seharusnya, pelemahan (mata uang) ini bisa menggairahkan ekspor kita. Tapi itu enggak terjadi," ungkapnya. 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya