Dirut PLN Soal Voucher Listrik: Masyarakat Salah Persepsi

Instalasi Listrik Industri
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id -  PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN memaparkan kisruh voucher listrik prabayar PLN. Perusahaan pelat merah ini menduga ada pemahaman yang keliru tentang struk listrik prabayar.

"Kemungkinan masyarakat keliru memahami bahwa yang tercantum dalam struk adalah rupiah, padahal yang tercantum dalam listrik yang diperoleh adalah 'kWh', bukan 'rupiah' seperti top-up pulsa handphone," kata Direktur Utama (Dirut) PLN, Sofyan Basir, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di DPR, Jakarta, Selasa 8 September 2015.

Sofyan memberi contoh, masyarakat pelanggan golongan R-1 1.300 VA, membeli token listrik sebesar Rp100 ribu. Biaya administrasi yang dikenakan sebesar Rp1.600 sehingga biaya pembelian listrik sebesar Rp98.400.

Dapat Arahan Menteri BUMN, PLN Bakal Caplok PGE

Biaya pembelian listrik itu dikurangi biaya pajak penerangan jalan (PPJ) sebesar Rp2.306 sehingga menjadi Rp96.094. Dengan Rp96.094, pelanggan listrik 1.300 VA (tarif tenaga listrik 1.300 sebesar Rp1.352 per kWh) akan mendapatkan listrik sebesar 71,08 kWh.

Besaran 71,08 kWh inilah yang akan di-input ke meteran listrik lewat token 20 digit dan yang akan bertambah pada meteran adalah kWh, bukan rupiah.

"Dugaan keluhan beli Rp100 ribu mendapat listrik Rp70 ribu hanyalah karena salah persepsi," kata mantan dirut PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero).

Sofyan menilai angka 70-an yang ada diperoleh di struk pembelian listrik sama dengan angka Rp70 ribu, padahal yang sebenarnya adalah angka kWh yang didapat dari pembelian listrik.  "Seolah-olah ada mafia yang mengambil Rp30 ribu," kata dia.

Pekerja memasang kawat baja sebelum pengujian tower transmisi listrik milik PLN. Foto ilustrasi

34 Proyek Pembangkit Listrik Mangkrak, Negara Merugi

Sari 34 proyek ada 12 proyek tidak bisa berlanjut.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016