Ini Penyebab 80 Persen Rakyat RI Belum Sejahtera

Rumah tak layak
Sumber :
  • Santosa Suparman/Bantul
VIVA.co.id
Sofjan Wanandi: Demo Tak Pengaruh Iklim Investasi
- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, mengatakan indeks kesejahteraan rakyat Indonesia pada saat ini masih menduduki peringkat terendah di negara-negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Singapura Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2016
Ditegaskan Rizal, Selasa 15 September 2015, Indonesia hingga saat ini masih belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, meski sudah 70 tahun merdeka.

Pengamat: Proyek Infrastruktur Jangan Disetop
"Walaupun negara kita sudah 70 tahun merdeka. Ada tidak kasus-kasus pertumbuhan ekonominya tinggi, kesejahteraannya juga tinggi? Nah, kenapa bisa demikian? Dalam konteks Indonesia, 20 persen orang Indonesia hidupnya sudah lumayan. Tetapi, 80 persen paling bawah belum bisa menikmati arti dari kemerdekaan," ujar Rizal, dalam sebuah diskusi di gedung LIPI, Jakarta.

Selain itu, Rizal melanjutkan, penyebab lainnya kenapa Indonesia saat ini tingkat kesejahteraannya masih rendah, yakni karena selama ini Indonesia masih menganut kebijakan ekonomi neo liberalisme.

"Jadi, neo liberalisme pada dasarnya semua diserahkan kepada pasar," katanya.

Rizal menjelaskan, akibat adanya kebijakan ekonomi yang seperti ini, ternyata banyak berpengaruh pada sektor-sektor lainnya di ekonomi, seperti perdagangan, keuangan, dan tenaga kerja.

Dia menuturkan, hal itu yang membuat Indonesia tidak mampu bersaing dan mengejar pertumbuhan ekonomi dengan negara-negara maju seperti di Eropa, bahkan untuk negara-negara Asia sekali pun.

"Tidak semua negara neo liberalisme meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Neo liberalisme itu pintu masuknya pintu neo kolonialisme," kata Rizal.

Dengan begitu, Rizal menjelaskan, untuk mengubah paradigma tersebut, diharapkan pemerintah bisa mengubahnya walau secara perlahan.

"Kita bisa mengubah Indonesia dengan policy dan strategy, tidak hanya dengan utang. Karena kita selama ini selalu dicekoki dengan utang, proyek-proyek. Jepang itu sampai tahun 1985, nyaris tidak pernah utang. Jepang menjadi besar, bukan karena pinjaman luar negeri. China juga sekarang tidak begitu. Mereka biasanya meminjamkan utang ke luar negeri," katanya. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya