Impor BBM RI Nantinya Tak Perlu Lagi Parkir di Singapura

Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
Mengoptimalkan Aset Negara
- Pemerintah akan membangun pusat logistik berikat di beberapa daerah di Indonesia. Tempat penimbunan barang tersebut berfungsi untuk mengefisienkan aktifitas perdagangan Internasional Indonesia. 

Strategi Menhub Jangkau Konektivitas Daerah Terpencil
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan pemerintah merelaksasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat. Dengan revisi aturan tersebut, fungsi tempat penimbunan tersebut dapat lebih maksimal. 

Pulau Tax Haven, Untung Rugi Masih Dikaji
"Utamanya untuk penimbunan barang dari dalam dan luar negeri untuk meningkatkan efsieinsi kegiatan usaha," ujar Bambang di kantornya, Kamis 17 September 2015. 

Bambang mengungkapkan, salah satu alasan pemerintah mengembangkan tempat penimbunan ini agar memutus mata rantai impor bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini harus diparkir di Singapura. Sebagai konsumen BBM terbesar di kawasan ASEAN, sangat tidak efisien apabila impor BBM yang yang dilakukan harus ditimbun di negara tersebut karena Indonesia tidak memiliki tempat penimbunan yang ideal. 

"Oil storage itu harus dekat dengan pasarnya. Pasarnya di ASEAN itu jelas di Indonesia, pemakai BBM terbesar. Jadi kami akan tarik oil storage dan pusat logistik lainya dari negara lain ke dalam negeri," tambahnya. 

Selama ini, menurut Bambang, minyak mentah yang  diimpor Indonesia sebenarnya disimpan di sebuah bungker minyak di bawah Laut Jawa. Saat ingin digunakan minyak mentah tersebut diekspor ke negara Singapura untuk diolah menjadi BBM, lalu diimpor kembali ke Indonesia. 

"Sekarang ada relaksasi sehingga kalau butuh minyak, bunker itu jual ke Indonesia dengan harga dalam negeri, tidak mengikuti aturan Mobs Singapura. Jadi ini upaya kita untuk mendorong pusat  logistik berikat," tambahnya. 

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, mengungkapkan, gudang berikat yang ada sekarang hanya digunakan untuk keperluan pemerintah, dan terbatas untuk menyimpan brang impor bahan baku penolong dan barang modal. 

Jumlah gudang berikat yang ada saat ini sekitar 275 unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, permasalahannya adalah luas gudang tersebut yang terbatas, sehingga tidak maksimal untuk melakukan aktifitas pergudangan. 

"Itu bahkan luas gudang berikatnya ada yang 20 meter persegi, nah kami ingin itu mengkerucut menjadi beberapa saja, beebrapa puluh, tapi yang kelasnya internasional. Seperti seluas lapangan bola lah," ungkapnya. 

Pengembangan tempat penimbunan berikat ini nantinya menurut Heru akan ditenderkan kepada swasta. Siapapun yang memenuhi syarat yang ditetapkan dapat bermitra dengan pemerintah mengembangkan gudang ini. 

"Syaratnya yang pertama adalah mempunyai luasan yang cukup, sistem inventory yang sudah terotomasi yang nanti akan realtime ke Bea Cukai. Nah yang ketiga mereka mempunyai batas fisik yang ditentukan," ungkapnya. (one)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya