Ekonomi Melambat, Ribuan Buruh di Jateng Kena PHK

Ilustrasi buruh pabrik tekstil
Sumber :
  • dailymail.co.uk

VIVA.co.id - Terpuruknya kondisi perekonomian nasional, menambah jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di wilayah Jawa Tengah. Tercatat, selama periode Februari-Agustus 2015, sudah ada 1.304 buruh yang kehilangan pekerjaan.

Rupiah Masih Tertatih-tatih untuk Kembali Menguat

Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Jawa Tengah Wika Bintang mengatakan, jumlah PHK yang terhitung besar di Jawa Tengah itu tersebar di sejumlah daerah. Namun, yang terbesar terjadi di wilayah Eks Karesidenan Surakarta dan Semarang.

"Mayoritas perusahaan yang bergerak di industri garmen. Mereka bergerak di pasar ekspor impor. Ketika laju ekonomi melambat, ditambah dolar naik terus, mau tidak mau solusinya, ya harus mengurangi jumlah tenaga kerja," kata Wika di Semarang, Selasa, 22 September 2015.

Kementerian ESDM Perpanjang Izin Ekspor Freeport?

Tak hanya garmen, PHK massal juga terjadi di pabrik-pabrik perkayuan dan plastik di pesisir Jawa Tengah. Beberapa pabrik terlihat limbung, saat kondisi perekonomian domestik kian terpuruk.

"Buruh pabrik kayu dan plastik pasti kena imbas buruknya. Karena memang, saat ini kondisinya serba sulit," ujarnya menambahkan.

Awal Pekan, Hati-Hati Rupiah Terdepresiasi

Pihaknya memperkirakan, gelombang PHK massal masih akan terjadi hingga tiga bulan ke depan, atau tepat pada triwulan IV-2015. Pasalnya, kondisi perekonomian di 35 kabupaten/kota masih terus melambat, akibat laju fiskal nasional yang tak kunjung pulih.

"Kita sedang bahas solusi bersama dengan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) untuk cari formula agar tak lagi terjadi PHK massal."

Ketua Apindo Jawa Tengah Frans Kongi menambahkan, ada tiga industri besar di wilayahnya yang sangat rawan goyah akibat pelemahan rupiah. Di antaranya industri baja, plastik, dan garmen. Ketiga bisnis itu rawan kolaps, karena aktiitas jual beli barangnya berorientasi kepada pasar ekspor dan impor.

"Dan, rata-rata di tiga sektor industri itu punya banyak karyawan. Jumlahnya rata-rata mencapai 500-600 karyawan," kata Frans.

Pihaknya prihatin, karena justru ketiga industri itu dikenal mampu menopang perekonomian nasional dengan pangsa pasar luar negeri. Untuk itu, Apindo meminta kepala daerah agar bersikap arif dalam menyikapi lesunya perekonomian nasional.

"Harusnya, pemangku daerah tiap tahun tidak melulu mengambil kebijakan yang memberatkan pengusaha, khususnya kenaikan upah buruh. Harusnya, tak lebih dari angka 10 persen."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya