Impor Ilegal, Jokowi Tuding Ada Oknum di Bea Cukai

Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id
Bea Cukai dan Polri Kerja Sama Penegakan Hukum Kepabeanan
- Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk menghapuskan praktik-praktik barang impor ilegal. Sebab, kalau tidak dihilangkan, produksi dalam negeri yang akan mati.

Produksi Anjlok, Industri Rokok Minta Cukai Tak Naik di 2016

Ini dikatakan Jokowi, saat membuka rapat kabinet terbatas terkait impor ilegal, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 12 Oktober 2015.
WTO Puji Reformasi Ekonomi Indonesia


Jokowi mencontohkan, ada pengaduan dari asosiasi perstektilan yang mengatakan bahwa banyak barang impor ilegal seperti pakaian jadi, alat kosmetik, seprei hingga barang elektronik, masuk secara ilegal.


Akibatnya, produk dalam negeri kalah bersaing, mengingat murahnya produk impor ilegal tersebut.


Tak hanya itu, Jokowi mengaku sudah mengetahui bahwa di pelabuhan ada banyak modus yang dilakukan, baik dalam penyelundupan bea masuk, pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPn).


"Saya kira, di sini ada tiga pihak yang bekerja sama. Yang pertama importir, yang kedua tentu saja pengusaha pengurusan jasa, yang berkaitan dengan kepabeanan, dan yang ketiga oknum. Terutama, oknum bea cukai," kata dia.


Kalau terus dibiarkan, praktek ini akan memuat industri Tanah Air gulung tikar. Selain itu, akan merugikan sektor pendapatan negara.


Untuk itu, Jokowi meminta jajarannya untuk membuat langkah konkret mencari jalan ke luar mengatasi ini.


"Padahal, kalau produsen sini, kalau impor bahan baku terkena PPn, PPh, terkena bea masuk. Ini yang membuat daya saing kita menjadi kalah. Inilah saya kira yang harus diselesaikan," ujar dia.


Jokowi, kemudian membeberkan modus-modus mafia tersebut. Menurut Jokowi, oknum tersebut biasanya minta harga borongan per kontainer.


"Dan harga itu, saya sudah mendapatkan data-datanya, bervariasi tergantung barang di impor. Kalau benang bisa sampai Rp120 juta per kontainer. Kain bisa Rp150 juta kurang lebih, pakaian jadi bisa Rp200 juta. Elektronik dan lain-lain tentu saja lebih mahal," kata dia.


Presiden mengaku data-data itu dikumpulkannya langsung dari lapangan.


Untuk itu, dia meminta ada database bersama, terutama dari pihak Direktorat Bea Cukai dan Direktorat Pajak. "Kalau ini disambung, saya kira akan banyak menyelesaikan masalah," kata dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya