Istana Jawab Perseteruan Rizal Ramli dan Sudirman Said

Tambang bawah tanah Freeport
Sumber :
  • VIVA.co.id / Renne Kawilarang
VIVA.co.id
Dukung Rizal Ramli Maju Pilkada, Buruh Mulai Keliling Pabrik
-  Perseteruan di Kabinet Kerja Jokowi - Jusuf Kalla, masih terus terjadi. Silang pendapat kali ini, terjadi antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dengan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said.

Menteri ESDM Belum Serahkan LHKPN ke KPK
Perseteruan kedua menteri ini, terkait dengan kontrak PT Freeport Indonesia. Sudirman menyebut, pemerintah sudah merestui perpanjangan kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Namun, pernyataan itu justru dibantah oleh Rizal.

Datangi KPK, Menteri ESDM Baru Ingin Kenalan
Menyikapi perseteruan kedua menteri itu, pihak Istana berkilah kalau segala keputusan pemerintah adalah langsung oleh Presiden.

"Kabinet ini membiasakan segala keputusan itu adalah keputusan yang diambil secara langsung oleh Presiden," kata Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, di Istana Negara, Jakarta, Senin 12 Oktober 2015.

Sehingga, lanjutnya, tidak ada silang pendapat. Kalau ada perbedaan pandangan, itu terjadi sebelum diputuskan oleh Presiden Jokowi.  Sehingga, saat nantinya Presiden Jokowi memutuskan, Pramono mengatakan semua akan mengikuti dan tidak ada lagi silang pendapat itu.

"Tapi kami meyakini, termasuk soal Freeport begitu nanti diputuskan Presiden semuanya pasti akan mengikuti apa yang jadi keputusan Presiden. Sehingga dengan demikian, kita akan tunggu dan kami yakin bahwa para menteri pasti akan menjalankan arahan Presiden," jelas politisi PDI Perjuangan itu.

Pramono mengaku, sebenarnya bukan keputusan perpanjangan kontrak. Akan tetapi, mengambil jalan tengah. Namun seperti apa jalan tengah itu, Wakil Ketua DPR periode 2009-2014 enggan membeberkannya.

"Saya tidak ingin masuk dalam substansi, karena ini tentu nanti merusak legal aspect. Tapi ada prosesnya," ujarnya.

Belum Dibahas

Sebelumnya, Rizal Ramli mengatakan, perpanjangan kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat, PT Freeport belum dibahas. Padahal, tiga hari lalu, Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan, pemerintah telah merestui perpanjangan operasi Freeport.

Menurut Rizal, berdasarkan Peraturan Pemerintah yang masih berlaku, perpanjangan kontrak Freeport hanya bisa dilakukan dua tahun menjelang berakhir. Kontrak Freeport akan berakhir pada tahun 2021, sehingga pembahasan kontrak baru seharusnya dilakukan pada tahun 2019.

"Kalau ada menteri yang mengatakan sudah disetujui perpanjangan kontraknya, itu melawan hukum," kata Rizal di Gedung KPK, Jakarta, Senin 12 Oktober 2015.

Menurut Rizal, ada sejumlah hal yang belum dilaksanakan oleh Freeport, salah satunya adalah kewajiban membayar royalti. Dia mengungkapkan, selama kontrak dari tahun 1967 hingga tahun 2014, Freeport hanya membayar royalti sebesar satu persen. Padahal, negara lain membayar royalti sebesar 6 persen hingga 7 persen.

Saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir, Freeport setuju menaikkan royalti menjadi 3,5 persen. Namun, Rizal tetap menginginkan agar royalti yang dibayarkan sekitar 6 persen-7 persen.

"Kenapa bisa segitu lamanya, dari 1967-2014, hanya bayar 1 persen, mohon maaf terjadi KKN pada saat perpanjangan kontrak tahun 80an. kami tidak mau ini terulang lagi," ujarnya menambahkan.

Selain itu, Rizal juga menyoroti masalah limbah yang disebabkan Freeport di Amungme, Papua yang masih belum diproses. Rizal menyebut, Freeport terlalu rakus dan ingin keuntungan yang besar.

"Freeport terlalu greedy, terlalu untung besar-besaran padahal ada tambang lain di Sulawesi yang memproses limbahnya, sehingga tidak membahayakan lingkungan," kata dia.

Terakhir, Rizal menyoroti masalah divestasi Freeport, yang ia nilai masih belum jelas sikapnya. Padahal menurut dia ada kewajiban pemegang kontrak karya harus punya program divestasi, yakni menjual sahamnya kepada pemerintah lndonesia atau anak perusahaan di lndonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya