20 Startup Gagal di 2015, Ini Pelajaran yang Bisa Dipetik

Ilustrasi reseller menyusun strategi.
Sumber :
VIVA.co.id
Saham di Bursa-bursa Asia Rabu ini Dibuka Melemah
- Tahun 2015 merupakan tahun
kinclong
Enam Startup Indonesia Kembali Berguru ke Markas Google
bagi beberapa startup di Asia. Modal Ventura mengalir deras ke China, India dan Korea Selatan yang selama ini belum pernah terjadi, dengan catatan rekor di Asia Tenggara sebesar US$534 juta untuk akuisisi Grup iProperty.

Startup Indonesia Gembira Bisa 'Naik Haji' ke Silicon Valley
Namun, meningkatnya pembiayaan untuk modal bukan jaminan bisa meraih kesuksesan di masa depan. Ada risiko yang harus dihadapi dalam dunia kewirausahaan, beberapa perusahaan muncul sebagai pemenang, sementara yang lain hanya menggigit debu. 

Techinasia mengelompokan startup di Asia yang dipaksa tutup tahun ini. pengelompokannya berdasarkan negara urutannya disusun tanpa ada kategori tertentu. Tapi ada pelajaran yang bisa kita dapat dari kegagalan tersebut. 

Berikut adalah 20 startup tersebut yang dilansir VIVA.co.id, Senin 30 November 2015. 

China

1. Melotic

Melotic adalah pertukaran aset digital berdasarkan koin digital bitcoin. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi pertukaran antara mata uang digital dan berbagai koin-aplikasi tertentu. 

Kantor pusatnya berada di Hong Kong. Melotic baru saja ditutup dengan modal awal US$1,18 juta, dimulai Oktober 2014.  

Meskipun masuk 500 startup di China dan memiliki modal yang besar, itu saja tidak cukup untuk membuat produk yang ditawarkannya mendapatkan respon positif dari pasar. Pada Mei 2015, tim mereka menyerah dan mengatakan, "Hasil dari produk yang ditawarkan tidak cukup untuk memenuhi biaya pemeliharaan dan pengembangan poduk."

2. eXiche

Sebuah perusahaan layanan cuci mobil secara online dan offline bernama eXiche di China mungkin tercatat sebagai perusahaan yang mengalami kegagalan di bisnis tersebut pada tahun ini. Dengan modal sebesar US$20 juta pada bulan Maret, perusahaan tersebut terpaksa menghentikan layanannya pada bulan Oktober karena tidak mampu bersaing. 

Di China ada sekitar tujuh startup layanan cuci mobil serupa, salah satu perusahaan yang muncul sebagai pemenang adalah Guagua Xiche karena pelayanannya yang spektakuler. Dalam kompetisi padas bidang usaha tersebut, para startup membakar modalnya dengan promosi murah layanan, dan banyak yang ternyata tidak berkelanjutan. 

India

3. Meskipun itu menjadi tahun yang sukses secara keseluruhan untuk e-Commerce di India, beberapa startup tidak bisa bertahan hidup. Di antara mereka adalah Gurgaon, startup berbasis web yang menjual merek fashion wanita DoneByNone. 

Perusahaan itu dilaporkan memiliki masalah dengan kepuasan pelanggan pada akhir 2014, setelah itu salah satu pendirinya loncat dari kapal laut. Pada awal 2015, situs itu tidak lagi tersedia.

4. Lumos 

Lumos adalah "rumah pintar". startup yang didirikan oleh tim pengusaha pertama kalinya ditangani langsung oleh perguruan tinggi. Tapi ternyata, membangun startup hardware jauh lebih sulit dari apa yang mereka harapkan. 

5. TalentPad

Situs yang menawarkan lowongan pekerjaan ini dengan cara yang unik ini tidak mampu bertahan pada tahun ini stelah mulai berinvestasi pada Oktober 2014. Padahal, cara menyalurkan pekerjaan yang ditawarkan sangat unit. 

Pengusaha yang ingin merekruit pekerja haus besaing untuk mendapatkan pekernya dengan bakat yang ditawarkan. "Kami gagal untuk mencari tahu pola bisnis yang baik untuk pasar yang cukup besar," kata TalentPad dalam sebuah catatannya yang ditujukan kepada para penggunanya. 

6. Dazo

Bisnis pengiriman makanan mengalami peningkatan besar di India tahun ini. Beberapa perusahaan berhasil menarik investasi dan tumbuh lebih besar, sementara banyak juga yang tersandung, salah satunya Dazo. 

Peusahaan ini merupakan yang pertama kali memulai layanan pengiriman makanan bebasis aplikasi di India dan berhasil menarik investasi dari beberapa investor termasuk Google dan Amazon. Namun sayangnya tidak bisa melewati persaingan paa pemain baru yang muncul. 

7. Valyoo Tech

Valyo meupakan situs e-Commerce barang-barang premium seperti tas, perhiasan, jam tangan, kacamata dan lensa kontak. Pada awal tahun 2014, pendiri dikabarkan sudah merenungkan untuk mengobral barang-barang yang dijualnya, karena ingin fokus di situs lainnya. Namun, butuh waktu satu tahun di awal 2015 untuk mewujudkan rencana tersebut.

Situs ini tidak berhasil mengumpulkan dana segar untuk bisnis LensKart meskipun telah berupaya keras, tetap tidak menemukan pembeli. 

Indonesia 

8. Kleora

Pendirinya menklaim pasar online Kleora tidak mati sepenuhnya, tapi merek dan situsnya resmi dihentikan tahun ini. Sebab, tim merasa menjual merek khusus perempuan telah membatasi bisnis perusahaan, selain memang fitur-fitur di situs tersebut butuh perbaikan besar

Saat ini tim tersebut telah membuat perubahan drastis, dan meluncurkan produk baru bermerek Prelo. Produk itu fokus pada barang-barang bekas bemerek. 

9. Beauty Treats

Startup ini mulai dengan membuat tempat kosmetik dengan model tertentu yang diproduksi bulanan sesuai pesanan. Bisnis usahanya mirip dengan LolaBox yang gagal pada 2014. 

Beauty Treets mencoba peruntungannya dengan menjadi toko online di bidang itu pada 2013, tapi ternyata tidak juga membuahkan hasil yang memuaskan. awal tahun ini, Haian sosial melaporkan, bahwa situs ini sudah ditutup, sang pemilik Romeo Rijman kini mencoba membangun stratup gadai online. 

10. Abratable atau Abraresto

Perusahaan rintisan ini merupakan situs pemesanan tempat di restoran yang menampilkan profil restoran di Indonesia dan Singapura. Startup ini gagal karena butuh keputusan berisiko, termasuk mengambil investasi dalam bentuk utang bukannya modal ventura. 

Kegagalannya adalah dalam meningkatkan pendanaan pada saat perusahaan itu membutuhkannya untuk bertahan hidup.  

11. Alikolo

Situs e-Commerce ini didiikan oleh Danny Taniwan yang mengklaim sebagai entrepreneur pertama dari Medan. Dia mengatakan kurangnya pengalaman menyebabkan situs tersebut tidak berkembang, 

Dia mengaku juga telah membuat kesalahan fatal dengan menyerahkan saham mayoritas untuk investor 'Malaikatnya' yang kurang berpengalaman di lini bisnis ini ketimbang dirinya. 

Saat ini dia sedang mengembangkan sebuah platfom baru e-Commerce yang belum diluncurkan. 

12. Valadoo

Situs paket tur tujuan ke Indonesia ini resmi ditutup pada Mei 2014. Pendirinya mengatakan, perusahaan tersandung karena terlalu banyak terfokus pada pertumbuhan, mengabaikan kebutuhan untuk membangun model bisnis yang berkelanjutan di seluruh produk.

Kemudian, merger dengan perusahaan lain ternyata lebih rumit daripada yang diantisipasi pada tingkat teknis. Merger akhirnya membuat Valadoo kehabisan uang tunai, untuk dapat meningkatkan babak baru selama fase transformasi.

13. Paraplou

Pada bulan Oktober, salah satu pemain e-Commerce di Indonesia ini, Paraplou, tampaknya telah ditutup. Perusahaan mengirimkan pesan perpisahan pada homepage-nya, mengutip alasan ketidakdewasaan pasar, kondisi keuangan tidak pasti, dan lingkungan pendanaan yang sulit sebagai alasan utama untuk penutupannya. Paraplou dipimpin oleh dua mantan direksi Rocket ini mengelola internet yang bekerja di Lazada Indonesia.

14. Kirim

Hanya beberapa waktu lalu tepatnya sembilan November 2015, Kirim diam-diam menghentikan operasinya. Kirim, sebuah layanan pengiriman mengaku telah beroperasi selama tujuh tahun ini, tidak menyatakan alasan keputusannya untuk menutup toko. Kemungkinan ekspansi bisnis transportasi baik yang didanai on-demand seperti Go-Jek dan GrabBike yang bermain dalam bisnis pengiriman instan membuat, mustahil bagi pemain lama yang tidak berkembang untuk bertahan. 

Israel

15. Eveerything.me

Israel Everything.me adalah salah satu startup yang mencatatkan kegagalan tinggi tahun ini di benua Asia. Perusahaan ini membangun sebuah aplikasi yang menambahkan fitur kontekstual untuk ponsel Android. 

Meskipun mendapatkan pembiayaan sebesar US$35 juta dan mengklaim telah mencatatkan 15 juta download aplikasi, perusahaan memutuskan untuk berhenti di akhir Oktober. Tim mengatakan "Tidak dapat menemukan model bisnis yang cocok" untuk aplikasi gratis tersebut.

Singapura

16. KotaGames

Di Singapura, situs game berbasis browser KotaGames yang ditutup pada bulan Maret lalu sudah ada sejak tahun 2008. Perusahaan ini mungkin mengalami kesalahan karena mengandalkan fitur ponsel untuk monetization. TMG, induk perusahaan KotaGames tampaknya tidak mampu beradaptasi model bisnis untuk peningkatan pesat dari smartphone gaming.
 
17. Lamido

Lamido adalah bagian dari keluarga perusahaan Rocket yang didukung internet yang mencakup Asia Tenggara. Startup yang berkantor pusat di Singapura itu adalah pasar e-Commerce, Namun tidak melakukan bisnisnya dengan baik dan memiliki pesaing lokal yang kuat. 

Menurut CEO Lazada Grup Maximilian Bittner, pembubaran Lamido itu sebenarnya merger dengan Lazada. "Dengan pertumbuhan yang cepat dari kedua Lazada dan Lamido, pasar kami telah mengalami peningkatan. Akhinya tumpang tindih antara pelanggan dan penjual basis di dua platform. Mengingat banyak sinergi antara merek Lazada dan Lamido, sehingga adalah langkah alami untuk menggabungkan penawaran mereka, "tegasnya.

18. Superdeals

Awal tahun ini, SingTel, telco nasional Singapura menutup penawaran harian situsnya, Superdeals. Hal ini mungkin tidak menjadi kejutan besar, karena bisnis model transaksi harian telah menderita cukup banyak di seluruh dunia. Groupon memimpin ledakan pertumbuhan startups seperti ini beberapa tahun yang lalu, tapi kemudian tidak bisa menarik permintaan pengguna yang cukup.

19. Molome

Saat ini masyarakat Asia terobsesi dengan mengambil foto diri mereka sendiri (Selfie) dan posting secara online. Situs Molome menawarkan aplikasi yang membuat foto lucu dengan menambahkan segala macam stiker dan teks ke gambar asli. Pendirinya bergabung dengan akselerator JFDI pada tahun 2014 dan pada saat itu diklaim memiliki 40.000 pengguna aktif harian, meng-upload lebih dari 15.000 foto per hari.

Tapi semua itu tidak cukup untuk bersaing dengan situs media sosial saingan utama Instagram dan snapchat. Pada pertengahan November, pendiri memutuskan untuk menarik stiker. Sebuah pesan selamat tinggal di situs mereka berbunyi, 

"Kami sedih membiarkan Anda tahu bahwa Molo memutuskan untuk 'beristirahat di hutan' mulai musim dingin ini. Platform berbagi foto tidak murah dan tanpa dana kami tidak bisa melanjutkan perjalanan kami." 

Vietnam

20. Beyeu 

Di Vietnam, kematian Beyeu, situs e-Commerce untuk produk bayi ini, menyebabkan pesimisme. Perusahaan ini didukung oleh Proyek Lana, sebuah perusahaan internet besar Vietnam yang beroperasi mengandalkan komunitas online khusus perempuan. Karena persaingan keras atau kurangnya pengalaman e-Commerce pada bagian dari pencipta, yang menyebabkan penutupan Beyeu ini.

Manajemen meninggalkan catatan terakhir sebagai berikut di situsnya setelah resmi ditutup:

"e-Commerce membutuhkan banyak uang. Banyak perusahaan akan memutuskan  menghentikan pembakaran uang yang dilakukan. Good luck untuk yang tersisa dan masih berusaha."

Catatan itu, bagaimanapun, sekarang hilang. Halaman arahan sepenuhnya kosong.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya