Selain Fed, BI Punya Pertimbangan Lain soal Suku Bunga

Logo Bank Indonesia.
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside/Files
VIVA.co.id
Wall Street Catat Rekor Anjlok Terlama Sejak Krisis 2008
- Gonjang ganjing kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang menyebabkan fluktuasi nilai tukar mata uang negara berkembang telah usai. Namun, ketidakpastian ekonomi global diprediksi masih tetap muncul seiring masih ada sejumlah tantangan yang harus diwaspadai. 

Sinyal The Fed Bikin Harga Emas Naik
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan, perlambatan ekonomi Tiongkok dan Eropa menjadi salah satu fokus bank sentral saat ini. Langkah ini sebagai upaya menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil, meskipun diterjang sentimen negatif.

Menanti Data Inflasi China, Bursa Asia Dibuka Naik
"Statement The Fed kemarin, pasar sudah bisa antisipasi. Tapi, masih ada faktor lain seperti Euro dan Tiongkok," ujar Perry saat ditemui di Kompleks BI, Jakarta, Jumat 18 Desember 2015.

Meski demikian, Perry mengungkapkan, bank sentral akan tetap melihat reaksi pasar dalam jangka menengah, usai kenaikan suku bunga The Fed. Meskipun, saat ini tidak menunjukkan gejolak yang liar, bukan tidak mungkin keputusan bank sentral AS akan mulai berpengaruh.

"Kami akan tetap pantau ke depan seperti apa. Kami lihat di pasar keuangan global, memang tetap AS. Tapi, kami perkirakan, tidak akan terjadi gejolak di pasar," kata dia.

Perry menegaskan, hasil pantauan tersebut nantinya akan menentukan arah kebijakan bank sentral untuk memperlonggar kebijakan moneternya. Apakah tetap menahan tingkat suku bunga acuannya di level 7,5 persen, atau justru menurunkan suku bunga.

"BI akan terus pantau reaksi pasar usai kenaikan The Fed dan kondisi domestik jangka pendek. Ini akan menentukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan depan seperti apa," tutur dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya